REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Indonesia membutuhkan regulasi yang mengatur koordinasi baku bila terjadi serangan cyber yang masif secara nasional. Hal itu diungkapkan Direktur Intelijen Teknologi Badan Intelijen Negara Marsma TNI Ir Sosirianto di Bandung, Kamis (27/1).
"Indonesia memerlukan regulasi yang kuat dalam rangka kedaulatan cyber di wilayah NKRI," katanya pada Forum Koordinasi dan Konsultasi Keamanan Cyber Untuk Memperkuat Ekonomi Digital.
Menurut Marsma Sosirianto, ada berbagai kendala yang muncul dalam upaya pemantauan ancaman dari teknologi siber di antaranya belum adanya regulasi terkait hal itu dan penyelesaian masalah saat terjadi serangan siber yang masih bersifat sektoral dan belum terintegrasi.
Selain itu, kata dia, sampai saat ini juga belum ada regulasi yang mendukung pemantauan/monitoring jaringan siber pada obyek vital nasional.
Oleh karena itu, pihaknya menyarankan penguatan monitoring dan penegakan hukum di wilayah siber. "Kita juga perlu membuat aplikasi email, Sosmed dan Chatting produk dalam negeri dan membuat regulasi yang mengatur aplikasi sosmed dan chatting produk luar negeri harus mempunyai server di Indonesia," katanya.
Pendekatan
Sosirianto juga mendorong solusi single-gateway yang mengedepankan pendekatan ekonomi maupun hukum. Di sisi lain juga dilakukan penguatan penerapan/ implementasi aturan mengenai registrasi SIM Card dan pendaftaran produk industri IT.
Indonesia, menurut dia, masih dihadapkan pada berbagai macam persoalan cyber khususnya konten karena ruang siber pengguna khususnya masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang bertanggung jawab karena lemahnya monitoring dan penegakan hukum di wilayah siber.
Di samping itu , penggunaan aplikasi email, sosmed, dan chatting dari luarnegeri dan terenksrip. "Belum ada regulasi yang kuat yang mengatur aplikasi sosmed dan chatting dari luar negeri harus mempunyai server di Indonesia," katanya.
Indonesia juga masih menerapkan multi-gateway, sehingga banyaknya ISP/NAP yang sulit terkontrol. "Data registrasi SIM card, masih banyak yang menggunakan identitas palsu. Dan peredaran produk industri IT illegal, seperti produk dengan double IMEI dan IMEI yang tidak terdaftar," katanya.
Forum itu ditutup dengan kesimpulan perlunya pembentukan semacam badan cyber nasional yang akan mengoordinasikan fungsi keamanan cyber dan menjadi wakil pemerintah dalam pembicaraan soal siber dengan negara lain.