REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operasi Tangkap Tangan pungutan liar di Kementerian Perhubungan merupakan capaian luar biasa dalam bidang hukum yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Guru Besar Politik Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Arskal Salim mengatakan dari segi nominal terbilang kecil, tetapi angka itu tidak bisa dianggap remeh.
"Bayangkan kalau Rp 100 ribu per hari per satu orang, kalikan berapa orang yang melakukan pungli. Itu sangat luar biasa," katanya dalam diskusi "Menagih Nawacita: Evaluasi 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK" di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (20/10).
Ia menilai terbongkarnya kasus pungli itu merupakan momentum yang akan membantu mengikis budaya masyarakat yang terbiasa melakukan pungli. Menurutnya, apabila terjadi pungli masyarakat pun bisa melaporkan melalui sistem pengaduan pungli secara online yang tengah disiapkan pemerintah.
"Jangan sampai di satu sisi pemerintah sudah sangat tegas tetapi rakyat masih tetap dengan budayanya menyiapkan amplop. Kalau anda melihat sesuatu anda bisa lapor ke sana, saya yakin kalau ini benar-benar diseriusi ini luar biasa. Selain itu, momentum ini akan berdampak dalam perkembangan hukum di Indonesia," ucap Arskal.
Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan tiga tersangka dalam operasi tangkap tangan pungutan liar (pungli) perizinan perkapalan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ketiga tersangka itu adalah ahli ukur Direktorat Pengukuran Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub Endang Sudarmono, Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub Meizy dan PNS Golongan 2D Abdu Rasyid.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 huruf a dan b dan atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman paling rendah tiga tahun penjara.