REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri dalam negeri Gamawan Fauzi kembali menegaskan penganggaran proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri diketahui semua pihak. Bahkan penganggaran proyek yang dilaksanakan pada 2012 itu sampai dibahas dengan wakil presiden saat itu, Boediono, dan sejumlah menteri pada masa itu.
"Sebelum diajukan, dibahas dulu di tempat wapres, bersama Bu Sri Mulyani juga. Jadi, kalau ada yang bilang Bu Sri mulyani enggak ikut, itu bohong," kata Gamawan di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (20/10).
Menurutnya, dalam rapat yang juga dihadiri Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) bahkan pihaknya meminta agar proyek tersebut tidak dikerjakan sendiri oleh Kementerian Dalam Negeri, meski akhirnya tidak berubah. Namun kemudian dalam menyusun rancangan anggaran proyek tersebut pihaknya meminta diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Tak sampai di situ, dari hasil audit tersebut pun kemudian dipresentasikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK menyarankan untuk meminta pendampingan Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Setelah itu, saya tambah lagi supaya didampingi BPKP, jadi sudah selesai audit RAD (rencana anggaran dasar) itu. Lalu, barulah dimulai tender, didampingi oleh LKPP, BPKP ikut, dan 15 kementerian ikut di dalam," kata Gamawan.
Selanjutnya, setelah proses tender itu selesai pihaknya mendapat laporan, dan berkas laporan itu kemudian dibawa lagi ke BPKP untuk kemudian diaudit selama dua bulan. Pihaknya juga membawa lagi berkas laporan itu ke aparat penegak hukum seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
"Saya masih belum percaya, sebelum kontrak ditandatangani, saya kirim lagi ke KPK berkas itu. Ke KPK, Polri, dan Kejagung, karena pasal 83 Perpres 54 itu, kalau ada KKM, itu kontrak dapat dibatalkan," kata dia.
Namun ia mengaku, hingga saat ini belum ada jawaban KPK terkait laporan tersebut. "Sampai sekarang belum dijawab firm oleh KPK. Bagaimana kita mau tahu, terus diperiksa setiap tahun oleh BPK. Terus BPK memeriksa lagi dengan tujuan tertentu, tidak pernah ada temuan sampai sekarang," ujarnya.
Adapun nama Gamawan sendiri ikut disebut terlibat dalam kasus ini dari pernyataan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Saat diperiksa paralel selama tiga hari berturut-turut terkait kasus ini, Nazaruddin kembali menyebut Gamawan Fauzi sebagai salah satu pihak yang juga terlibat dalam korupsi pengadaan paket e-KTP tersebut.