REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Presiden Joko Widodo sudah memasuki usia dua tahun. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tak dapat menyembunyikan rasa kekecewaannya atas pemerintahan yang berjalan jalan ini.
"Rasanya tidak bisa kita sembunyikan rasa kecewa," ujar Fahri Hamzah lewat kicauannya di Twitter, semalam.
Menurut Fahri, kritik yang ia sampaikan merupakan bentuk kecintaan kepada bangsa, demi kebaikan bersama. Ia pun berpandangan gaya kepemimpinan Jokowi masih seperti memimipin kota, belum masuk skala negara. "Maafkan, belum nampak beda dengan Risma atau RK ini semua terlalu diseret ke bawah," katanya.
Padahal, jelas ia, ini negara adalah organisasi raksasa. Indonesia adalah bangsa terbesar ke-4 setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Menurutnya, negara bukan kota. Presiden bukan walikota. Presiden adalah raksasa. Ia bertahta di atas kuasa bangsa.
"Maka, Presiden kita pilih secara luar biasa. Ratusan juta rakyat datang ke kotak suara," ujarnya. "Sekolah dan kantor diliburkan dan triliunan dana negara untuk memilih seorang manusia dan pasangannya."
Skala Presiden, kata ia, tidak tampak dalam merombak sesuatu yang sejak awal ditunggu-tunggu. Misalnya, sebut Fahri, revolusi mental yang justru semakin tidak terdengar setelah dua tahun Jokowi.
Baca juga, Dua Tahun Pemerintahan Jokowi, Fadli: Hentikan Pencitraan.
Padahal tema ini adalah topik kampanye yang paling hit dan hot karena memberi harapan besar. Presiden menggambarkan sebuah masalah yang sangat besar dan perlu sebuah revolusi untuk berubah.
"Kita menunggu sebuah revolusi sejak awal tapi yang datang adalah basa basi," katanya. "Maka tidak nampak ada yang betul-betul baru. Semua berputar di situ-situ."