Selasa 18 Oct 2016 21:02 WIB

Berantas Pungli Tidak Cukup Hanya dengan Satgas

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Eksekutif Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar.
Foto: Ist
Direktur Eksekutif Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tekad Pemerintah untuk memberantas praktik pungutan liar (pungli) di semua sektor mendapat apresiasi dari sejumlah pihak. Namun demikian, ada beberapa catatan dalam hal memberantas praktik tersebut di setiap sektor

Direktur Pusat Studi Antikorupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar menilai penuntasan pungli tidak cukup hanya dengan membuat tim satuan tugas operasi pemberantasan pungli (OPP), namun juga dilakukan secara konsisten dan komprehensif.

"Menurut saya, tradisi Presiden sebelumnya kalau ada masalah bentuk satgas, lalu mungkin tiga tahun tapi tidak menyelesaikan masalah," katanya di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (18/10).

Menurutnya terjadinya pungli tidak hanya terjadi di satu sektor tertentu saja. Kemudian, pungli di setiap sektor tersebut memiliki persoalan masing-masing sehingga perlu penanganan yang khusus dan konsisten.

"Saya harap nanti (pemberantasan pungli) tidak berparadigma gelondongan tapi paradigma sektoral karena setiap sektor punya maslahnya sendiri dan harus dibenahi secara khusus," ujar Zainal.

Menurutnya, perbaikan menyeluruh juga harus dilakukan bukan pada pihak yang memungut pungli semata atau hanya pemberi pungli.

"Namanya pungli itu resiprokal, tindakan saling, kalau sekedar penerima atau hanya pemberi tidak akan menyelesaikan masalah, kalau ini tidak mempan," katanya.

Ia mencontohkan, pungli yang melibatkan banyak sektor salah satunya pungli di jembatan timbang oleh oknum petugas. Menurutnya, tidak hanya oknum petugas yang meminta uang kepada supir truk, namun karena juga supir truk yang memberikan uang agar kendaraannya bisa lolos, meski muatannya berlebih.

Hal ini menurutnya merupakan pragmatisme pedagang atau pengusaha yang lebih memilih untuk menggunakan satu truk dengan muatan berlebih, ketimbang mengikuti aturan dengan menggunakan beberapa truk yang berakibat menambah biaya distribusi.

"Pengusaha biasanya menyediakan pungli karena biaya distribusi terlalu mahal," ucapnya.

Hal sama diungkapkan, Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto agar pemberantasan pungli itu bisa dilakukan secara konsisten. Menurutnya, meski pungli menempati urutan ke-9 dalam pola korupsi namun pungli dampaknya banyak terasa di masyarakat.

"Jangan hanya hangat-hangat tahi ayam nanti kalau sudah enam bulan dan terbiasa mulai lagi, kalau hanya sementara efeknya hanya sementara kalau tidak ada perubahan yang holistik termasuk penguatan penguasa internal ya tidak akan berjalan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement