REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Suntana menegaskan tidak akan segan-segan memecat oknum polisi di lingkungan Polda Metro Jaya yang terbukti melakukan pungutan liar.
"Soal tindak pidana profesi, ada tahapan pemeriksaan yang dilakukan sesuai pelanggaran. (Oknum dengan) pelanggaran terberat, kami bisa lakukan pemecatan. Tergantung kadar kesalahannya," kata Brigjen Suntana, Selasa (18/10).
Operasi dadakan pungli dilakukan secara bertingkat dari Mabes Polri, Polda hingga Polres melalui satuan Profesi dan Pengamanan (Propam).
"Mabes Polri punya kewenangan untuk sidak di Polda. Polda punya kewenangan untuk sidak di Polres-polres," katanya.
Bahkan menurutnya sidak ini sudah lama dilakukan. Terlebih saat ini upaya untuk memberantas budaya suap dan pungli di tubuh Polri semakin ditingkatkan sesuai dengan program kerja yang dicanangkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yakni profesional, modern dan terpercaya (Promoter).
"Sidak pungli merupakan tuntutan pelayanan publik yang bersih dan berintegritas," kata Suntana.
Sebelumnya Mabes Polri merilis bahwa ada 69 kasus pungutan liar yang melibatkan 84 anggota polisi di polda dan polres di seluruh Indonesia selama kurun waktu 1-16 Oktober 2016. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan dari 69 kasus pungli tersebut, kasus paling banyak terjadi di Polda Metro Jaya.
"Kasus pungli di jajaran Polda, paling banyak terjadi di Polda Metro. Ada 33 kasus dengan 33 oknum anggota Polri yang terlibat," ujar Martin.
Menurut Martin, banyaknya kasus pungli di Polda Metro Jaya dibandingkan polda lainnya disebabkan karena aktivitas yang tinggi di Polda Metro Jaya. Selain itu juga karena Bidpropam di Polda Metro Jaya yang cukup aktif menindak para oknum polisi berdasarkan laporan dari masyarakat.
"Penindakkan tinggi karena aktivitas di sana (Polda Metro Jaya) cukup tinggi dan personelnya banyak. Selain itu penindakkan juga didukung dengan informasi masyarakat melalui website dan hotline," ujarnya.