REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatulloh, Andi Syafrani menilai dengan masyarakat yang plural dan berpendidikan, seharusnya kontetasi politik di Jakarta berlangsung secara sehat dan dewasa. Seharusnya Pilkada Jakarta tidak diwarnai isu-isu SARA.
"Seharusnya Jakarta mencontoh Merauke. Di sana konstelasi persaingan politik berlangsung dengan sehat dan menarik untuk dikaji serta diteladani," katanya, Senin (17/10).
Andy mencontohkan, Bupati yang terpilih belum lama ini, Frederikus Gebze adalah politisi yang beragama Katoliks sedangkan Wakilnya Sularso adalah seorang muslim. Menariknya, kata dia, keduanya diusung oleh PPP, yang notabene adalah partai berlandaskan Islam.
"Di Ibukota, dengan kumpulan masyarakat yang lebih plural dan berpendidikan mestinya bisa hidup dengan menghargai perbedaan. Politik bukanlah alasan untuk mengingkari dan menolak pluralisme," ujar Andi.
Ia melanjutkan, apa yang terjadi di Merauke mencontohkan bagaimana persaingan politik tak lantas membuat perbedaan asal-usul jadi sebuah pertentangan. Justru, menurut dia, perbedaan dihargai dengan dewasa.
Andi menambahkan, berpolitik yang sehatnya harusnya diperagakan di ibukota, dikarenakan syaratnya yang sangat mendukung. Tapi, kata dia, faktanya politik yang sehat justru dicontohkan dari tempat yang ada di ujung Indonesia.
"Daerah yang berjarak jauh dengan Jakarta, bahkan bisa dikatakan daerah yang masih 'pelosok' dan tertinggal. Jika melihat dari sisi konstelasi politik, Merauke lebih pantas di sebut miniatur politik Republik," jelasnya.