REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perluasan definisi zina dalam uji materi pasal 284, 285, 292 KUHP dianggap akan merugikan masyarakat adat. Jika definisi pelaku zina diperluas menjadi bagi yang belum atau tidak menikah, disebut-sebut bisa menimbulkan kriminalisasi bagi masyarakat adat, khususnya yang melakukan pernikahan adat.
Salah satu penganut kepercayaan Sunda Wiwitan, Dewi Kanti Setianingsih mengatakan, pemerintah sampai saat ini belum mau mengakui pernikahan dengan tata cara adat. Dewi yang menikah sejak 2002 dengan tata cara adat, sampai saat ini belum memiliki buku nikah karena tidak diakui oleh pemerintah.
Itu artinya, kata Dewi, jika permohonan pemohon untuk memperluas makna zina pada pasal 284 KUHP dikabulkan, dia bisa dianggap melakukan perbuatan zina dan dipidana. "Rentan dikriminalisasi karena perkawinan yang tidak dicatat," kata Dewi saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam uji materi pasal 284, 285, 292 KUHP di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (17/10).
Dewi menegaskan, perzinaan tidak ada dalam istilah Sunda Wiwitan. Sebab, tidak ada yang diperbolehkan melakukan seks di luar perikahan. Bahkan, kata dia, pasangan yang ingin menikah harus melalui proses yang panjang untuk bisa diresmikan sebagai pasangan.
Dewi menjelaskan, setidaknya ada enam proses yang harus dilalui pasangan jika ingin menikah dalam kepercayaan Sunda Wiwitan. Proses tersebut mulai dari penjajakan calon pasangan hingga pendidikan pranikah.
"Rasanya, ketika kami sudah melalui proses sedemikian panjang untuk sebuah pernikahan dan masih distigma sebagai perkawinan yang liar atau kumpul kebo, rasanya begitu menyakitkan," ujar dia.
Dewi mengungkapkan, penganut Sunda Wiwitan tersebar di beberapa daerah seperti Kabupaten Kuningan, Ciamis, Tasik, Garut, Banjar, Bandung, dan Sumedang. Sebelum tahun 1964, jumlah penganut Sunda Wiwitan mencapai 60 ribu jiwa.
Namun seiring adanya tekanan, ada banyak warga adat yang akhirnya pura-pura memilih agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). "Sekarang, yang masih bertahan dalam arti berani mengambil risiko, jumlahnya kurang dari 1.000. Perlu diketahui, masih ada kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat adat lainnya," ujar dia.
Seperti diketahui, uji materi mengenai pasal 284 KUHP dilakukan karena konstruksi pasal tersebut hanya menghukum pelaku zina yang terikat pernikahan. Pasal yang berlaku saat ini berarti persetubuhan asal dasar suka sama suka di luar pernikahan tak bisa dihukum.