Sabtu 15 Oct 2016 11:11 WIB

Hampir Separuh Laporan ke Ombudsman Terkait Pungli

Pungli (ilustrasi)
Foto: [ist]
Pungli (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Ombudsman La Ode Ida menyebut hampir separuh laporan yang masuk ke lembaganya adalah terkait pungutan liar (pungli). Karenanya menurut dia, kasus operasi tangkap tangan di Kementerian Perhubungan, Selasa (11/10) lalu bukanlah hal luar biasa.

"Laporan ke Ombudsman itu ada banyak, bahkan hampir 50 persen adalah yang begini (pungli), tapi kecil-kecil seperti di bidang pendidikan, pelayanan SIM dan lain-lain," katanya dalam diskusi bertajuk "Pungli, Retorika dan Realitas" di Jakarta, Sabtu (15/10).

La Ode menuturkan, praktik pungutan liar terjadi karena lemahnya pengawasan internal dalam suatu institusi.

Pengawasan yang buruk tersebut, juga diperburuk dengan adanya toleransi antara pimpinan instansi yang cenderung korup. "Nah itu terjadi karena pemimpin tidak terlalu banyak miliki integritas. Pak Tito (Kapolri) misalnya, akan membuat suasana baru di internal Polri, tapi bagaimana di instansi lain," ucapnya.

La Ode menambahkan, praktik pungli merupakan bukti pengawasan internal yang tidak efektif. Menurut dia, tugas pengawasan seharusnya sudah bisa ditangani oleh inspektorat jenderal di setiap institusi.

"Kalau masih saja ada yang begitu, hilangkan saja inspektoratnya. Makanya ini yang harus didorong pemerintah agar lembaga internal ini bisa efektif," tuturnya.

Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan tiga tersangka pegawai negeri sipil (PNS) terkait operasi tangkap tangan pungutan liar (pungli) perizinan perkapalan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI.

"Ketiga tersangka diduga melakukan pungli," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan di Jakarta, Rabu (12/10).

Ketiga tersangka itu yakni ahli ukur Direktorat Pengukuran Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub Endang Sudarmono, Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub Meizy dan PNS Golongan 2D Abdu Rasyid.

Iriawan menyebutkan ketiga tersangka menerima pungli pengurusan surat ukur permanen dan "Seaferer Identity Document". Terkait tiga orang lainnya yang sempat diamankan, Kapolda Metro Jaya menuturkan masih berstatus saksi karena belum ditemukan alat bukti yang cukup.

Iriawan mengungkapkan pihaknya mendalami status ketiga saksi itu karena mengaku dipaksa menyerahkan uang suap untuk mengurus dokumen. Selain mengamankan enam orang, dalam OTT tersebut, polisi juga menyita barang bukti uang Rp 95 juta dan enam buku rekening bank yang berisi Rp 1,2 miliar

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement