REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 57 ayat (3) huruf a UU Pilkada terkait dengan penghilangan hak pilih bagi penyandang gangguan jiwa. Artinya, pengidap gangguan jiwa/ingatan masih bisa terdaftar sebagai pemilih.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Kamis (13/10).
Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "terganggu jiwa atau ingatannya" bila tidak dimaknai dengan "mengalami gangguan jiwa atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum".
Dalam pertimbangan Mahkamah, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyebutkan bahwa hak untuk memilih dan untuk didaftar sebagai pemilih dalam Pemilu adalah hak semua warga negara Indonesia yang memenuhi syarat. "Selain itu, gangguan jiwa dan gangguan ingatan adalah dua kondisi yang berbeda meskipun secara kategoris keduanya beririsan," kata Wahiduddin.
Mahkamah juga menimbang bahwa tidak semua orang yang sedang mengalami gangguan jiwa atau gangguan ingatan akan kehilangan kemampuan untuk menjadi pemilih dalam Pemilu.
Selain itu Mahkamah berpendapat bahwa ketiadaan pedoman atau kriteria dan ketiadaan lembaga atau profesi yang tepat untuk melakukan analisis kejiwaan terhadap calon pemilih mengakibatkan ketentuan a quo berpotensi menimbulkan pelanggaran hak konstitusional.
Mahkamah juga menimbang bahwa meskipun hak para Pemohon untuk mengikuti pemungutan suara dalam pemilu tetap terjamin. Namun ketentuan dalam Pasal 57 ayat (3) huruf a UU Pilkada menimbulkan tafsir yang kemudian menghilangkan hak pemohon.
"Maka Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan a quo bertentangan dengan UUD 1945," ujar Wahiduddin.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat, diwakili oleh Jenny Rosanna Damayanti (Pemohon I), Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA PENCA), diwakili oleh Dra. Hj. Ariani (Pemohon II), Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), diwakili oleh Titi Anggraini (Pemohon III) serta Khorunnisa Nur Agustyati (Pemohon IV).