REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penambangan pasir liar yang marak kembali di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman mengancam ketersediaan air bagi Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pasalnya daerah yang terletak di bagian utara DIY ini merupakan kawasan konservasi berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan air bagi Kota Yogyakarta dan Bantul.
"Sleman khususnya Lereng Merapi kan kawasan konservasi. Jadi sebenarnya memang tidak boleh ada penambangan. Karena penambangan pasir bisa merusak ekosistem wilayah serapan air," tutur Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Purwanto, Rabu (12/10).
Ia menjelaskan, kerusakan ekosistem wilayah serapan air di daerah hulu yang mecakup Kecamatan Cangkringan, Turi, dan Pakem, dapat berdampak buruk pada wilayah hilir. Pasalnya kerusakan tersebut dapat mengurangi daya serap tanah terhadap air hujan. Sehingga ketersediaan air tanah bagi wilayah hilir pun akan berkurang.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Sumber Daya Air Energi dan Mineral (SDAEM) Sleman, Sapto Winarno. Ia mengemukakan, timbunan pasir di wilayah Lereng Merapi juga berperan dalam menahan arus air permukaan. Sehingga, jika mineral tersebut terus digerus, dapat menyebabkan arus aliran yang sangat deras dan erosi.
"Sebenarnya penambangan liar di Lereng Merapi itu sangat berbahaya. Selain memgancam kelestarian lingkungan, aktivitas tersebut juga berbahaya bagi penambang sendiri," kata Sapto.
Baik penambang pasir di daerah aliran sungai (DAS) maupun di wilayah pekarangan. Menurutnya tak jarang penambang malah terseret banjir lahar saat melangsungkat aktivitas pengerukan pasir.
Karena melanggar aturan konservasi dan adanya resiko yang berbahaya, Dinas SDAEM terus melakukan pengawasan di beberapa titik penambangan liar.
Sapto menyampaikan, saat ini pihaknya sudah mencatat beberapa lokasi penambangan liar di Kecamatan Cangkringan. Bahkan hasil pengawasan tersebut sudah disampaikan ke Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Mineral (PUSDAEM) DIY. "Kami sudah menyurati pemerintah provinsi terkait adanya penambangan liar. Seharusnya memang segera ada tindakan dari Pemprov dan petugas keamanan yang berwenang. Karena sekarang sektor pertambangan jadi kewenangan Pemprov," tutur Sapto.
Adapun wilayah penambangan pasir liar dengan alat berat kebanyakan terdapat di Kecamatan Cangkringan. Antara lain meliputi dua titik di Desa Umbulharjo, tiga titik di Desa Kepuharjo, dan dua titik di Desa Glagahharjo. Total luasan lahan yang dikeruk berkisar 1,5 hektare, dengan kedalaman delapan meter.
Camat Cangkringan Edi Harmana membenarkan adanya aktivitas penambangan liar dengan alat berat di wilayahnya. Ia menyebutkan, kegiatan penambangan tersebut sama sekali tak memiliki izin.
"Kewenangannya di provinsi. Kami hanya bisa melaporkan saja. Yang jelas pengerukan itu memang tidak berizin," ujar Edi. Menurutnya, masyarakat telah melakukan penyegelan jalur angkutan pasir untuk menghentikan aktivitas penambangan. Namun kegiatan ilegal tersebut tetap berlanjut sampai sekarang.