REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) mendesak Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama agar tidak menggunakan masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam pernyataannya menjelang pilkada 2017 terkait dengan kitab suci Alquran termasuk Surat Al-Maidah ayat 51. "Jangan mengeluarkan pernyataan yang agresif terkait nilai ajaran agama tertentu, apalagi dengan menyinggung aqidah ajaran umat Islam," kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juaini, pada siaran persnya, di Jakarta, Selasa (11/10).
Jazuli menilai pidato Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu pada 28 September tidak pada tempatnya. Seharusnya Ahok fokus saja pada menjelaskan program kerja Pemprov DKI Jakarta.
"Pernyataan Pak Basuki soal Surat Al-Maidah ayat 51 tidak pada tempatnya, provokatif, arogan dan tidak sejalan dengan upaya menghadirkan toleransi dan harmonisasi dalam kehidupan beragama. Juga tidak sejalan dengan upaya mewujudkan demokrasi yang damai dan kondusif," tegasnya.
Untuk menyelesaikan polemik pernyataan Ahok tersebut, Jazuli mendukung langkah sejumlah pihak dan ormas untuk menempuh jalur hukum dan mendorong kepolisian memproses dan menegakkan hukum secara adil. Selain dari Fraksi PKS, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya atas dugaan penistaan agama yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51. HAMI berpendapat jika terbukti maka Ahok akan terkena sanksi hukuman pidana penjara.
Ahok terancam melanggar Pasal 156a KUHP Jo Pasal 28 ayat 2 UU no.11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Ketua DPD HAMI DKI Jakarta Aldwin Rahadian meyayangkan pejabat publik setingkat gubernur apalagi pemimpin sebuah kota yang penduduk beragama mengeluarkan pernyataan yang tidak kontekstual tetapi juga menghakimi iman dan kepercayaan umat beragama, memprovokasi dan membuat kegaduhan.