REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra meminta umat Islam khususnya warga Jakarta tidak terpancing dengan menggunakan cara-cara kekerasan, menyikapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait kutipan Alquran surah Al Maidah ayat 51. Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Andre Rosiade mengatakan pihaknya telah berkali-kali melihat rekaman pernyataan Ahok di Youtube.
Hasilnya, sama dengan penilaian warga Jakarta dan mayoritas umat Islam, bahwa apa yang disampaikan Ahok masuk dalam kategori penistaan dan penghinaan terhadap kitab suci Alquran khususnya Surat Al Maidah ayat 51 dan agama Islam. "Kami imbau jangan sampai Umat Islam melakukan protes ke Pak Ahok dengan cara-cara kekerasan. Lebih baik umat Islam yang merasa tidak terima dengan pernyataan Pak Ahok melaporkan dan mendorong proses penegakan hukum di kepolisian," ujarnya dalam keterangan pers, Ahad (9/10).
Andre juga menyayangkan klarifikasi Ahok di Balai Kota, Jumat (7/10) kemarin, terutama kata-kata 'dibodohi oleh orang-orang rasis pengecut menggunakan ayat suci untuk tidak memilih saya' yang justru tidak ada dalam video tersebut. "Tidak ada itu, di video itu Ahok justru tidak mengeluarkan kata-kata rasis dan pengecut. Coba lihat kembali. pembelaan Pak Ahok itu berbeda dengan yang ada dalam rekaman," katanya.
Menurutnya apa yang telah beredar di media massa dan media sosial perihal pernyataannya dalam suatu acara di Kepulauan Seribu seharusnya dijadikan bahan renungan bagi Ahok. Terutama menyangkut pernyataan demi pernyataannya yang kerap melukai warga Jakarta dan umat Islam umumnya selama ini.
Ia mengutip tanggapan bakal calon gubernur Anies Baswedan, bahwa pernyataan Ahok dalam acara resmi pemerintah daerah dengan merujuk ayat suci Alquran sangatlah tidak perlu, tidak relevan dan tidak tepat. Seharusnya Ahok introspeksi diri bukan justru menyalahkan orang banyak yang merasa tersinggung.
"Apa salahnya Ahok meminta maaf? Pernyataan Ahok ini kan sangat sensitif dan bisa memecah belah persatuan bangsa. Ahok harus bisa mengontrol emosinya, jangan terus-terusan marah, mari bersama-sama menjadikan Pilkada sebagai pesta demokrasi dan festival ide dan gagasan yang penuh suka cita ," jelasnya.
Selain itu, Andre menyatakan proses penegakan hukum menjadi pertaruhan sekaligus ujian institusi Polri dibawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian. Apakah mantan Kapolda Metro Jaya itu akan menunjukkan profesionalisme dan netralitasnya dalam Pilkada DKI atau justru sebaliknya.
Apabila tidak memproses laporan-laporan yang ada, maka sama saja Tito membenarkan anggapan publik bahwa pengangkatannya menjadi Kapolri karena kedekatannya dengan Ahok. "Jangan sampai institusi Polri mengorbankan netralitasnya dengan membela Ahok. Dugaan penghinaan Al Qur'an harus diproses secara profesional dan transparan. Kami khawatir jika tidak diproses demikian akan memicu kemarahan umat Islam di Indonesia," jelasnya.