REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak percaya diri dengan kualitas kinerjanya selama menjadi gubernur Jakarta sehingga menyinggung surah Al Maidah ayat 51 di hadapan warga Kepulauan Seribu.
Pernyataan Ahok tersebut menjelaskan sejumlah hal mengenai dirinya. "Ahok tidak percaya diri dengan kinerjanya sebagai gubernur Jakarta sehingga merasa perlu untuk menyinggung-nyinggung soal Pilkada 2017 saat menjalankan tugas sebagai gubernur," kata Karding.
Menurut Karding, Ahok sadar banyak warga DKI Jakarta tidak puas dengan gaya kepemimpinannya dalam menata kota yang cenderung mengedepankan arogansi ketimbang dialog. Dia menilai, Ahok melakukan apa saja atas nama pembangunan seolah-olah segalanya halal, termasuk melakukan diskresi peraturan dan menggusur warga miskin tanpa proses dialog. "Ketidakpuasan masyarakat ini juga tercermin lewat sejumlah survei yang menunjukkan merosotnya elektabilitas Ahok," ujar Ketua Fraksi PKB di MPR RI ini.
Karding berpendapat pernyataan Ahok terhadap surat Al Maidah ayat 51 kurang etis dan tidak patut, terutama komentar itu dilontarkan di tengah suasana menjelang Pilkada DKI Jakarta seperti sekarang ini. Menurut dia, Ahok tidak menjadikan etika sebagai bagian integral dari kepemimpinannya. "Setelah peristiwa kekerasan reformasi 1998, masyarakat Jakarta telah mampu membuktikan diri hidup berdampingan dalam keragaman. Masyarakat Jakarta adalah masyarakat yang telah memiliki kedewasaan dalam berpolitik," katanya.
Namun, Karding mencermati, alih-alih menjaga keharmonisan masyarakat, Ahok dan pendukungnya justru lebih sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang berbau SARA, seperti "Saya Muslim saya pilih Ahok" atau "Biarin gue kafir yang penting tidak korupsi". Pernyataan itu, menurut Karding, bisa dimaknai secara peyoratif seakan-akan tidak ada pemimpin selain Ahok yang bebas korupsi padahal banyak pemimpin Muslim yang memiliki kinerja baik dan berprestasi di Indonesia.
Karding menilai, pernyataan Ahok juga menunjukkan bahwa dia tidak menghormati keyakinan beragama seluruh warga negara yang dijamin konstitusi. Menurut dia, jaminan itu juga termasuk dalam hal memilih pemimpin berdasarkan referensi agama namun yang tidak boleh adalah jika dalil agama digunakan untuk menyebarkan kebencian, kekerasan, dan permusuhan.