REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik LIPI, Firman Noor, mengatakan beberapa hasil survei yang menunjukkan tren penurunan pasangan calon pejawat di Pilkada DKI, menunjukkan warga DKI memang merindukan sosok alternatif sebagai pemimpin Jakarta.
"Keinginan itu memang saat ini masih tersalurkan pada dua figur nonpejawat. Karena itu terbuka kemungkinan akan tersalurkan pada seorang kandidat nonpejawat walaupun nanti terjadi putaran kedua," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (6/10).
Firman mengungkapkan, situasi ini jelas tidak menguntungkan buat kandidat pejawat. Selain itu situasi ini mencerminkan bahwa masyarakat DKI tidak terlalu antusias dan sejalan dengan sikap dan kebijakan gubernurnya.
Kalangan terpelajar, menurutnya, yang tidak menyukai gubernur mungkin lebih disebabkan oleh kebijakan dan catatan prestasi Gubernur Ahok yang nampaknya kurang impresif di mata mereka. Sementara banyak kalangan yang masih lebih melihat sikap Gubernur Ahok yang kadang menunjukkan kekasaran dan arogansi.
Namun prinsipnya sikap dan kebijakan Gubernur itulah yang jadi hitungan-hitungan penting. "Mengenai masalah primordial itu nampaknya hanya semacam tambahan saja. Karena toh dulu Jokowi-Ahok menang," jelasnya.
Namun jangan remehkan masalah tambahan ini, karena berpotensi cukup membantu meningkatkan margin keterpilihan, mengingat masalah primordial bisa menjadi hal yg dipertimbangkan setelah sikap dan kebijakan.
Dan kini, menurutnya, dalam situasi singkat ini memang timses pejawat harus putar otak. Agar sikap, kebijakan dan soal primordial dapat direspon dengan seksama sehingga lebih sejalan dengan selera pemilih.