Rabu 05 Oct 2016 00:18 WIB

Mantan Pengikut: Dimas Kanjeng tak Bisa Mengaji

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Dimas Kanjeng Taat Pribadi
Foto: youtube
Dimas Kanjeng Taat Pribadi

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Mantan pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Junaidi, mengungkapkan uneg-unegnya selama bergabung di padepokan. Salah satunya, yakni dia tak terima atas penyebutan guru besar dan hadratus syekh kepada Dimas Kanjeng.

"Enggak pernah sekolah tapi disebut guru besar. Ada juga (yang menyebut) hadrarus syekh padahal dia enggak bisa mengaji dan baca Alquran. Saya tersinggung sebagai jamiyah Nadhatul Ulama," ujar Junaidi dalam program Indonesia Lawyers Club di TV One, Selasa (4/10).

Pria asal Situbondo, Jawa Timur, ini menyebut Dimas Kanjeng tak pernah mengenyam pendidikan di bangku kuliah maupun pondok pesantren. Untuk itu, Dimas Kanjeng tak layak dipanggil sebagai guru besar dan hadratus syekh. Junaidi menyebut pengikut Dimas Kanjeng kebanyakan justru orang-orang pintar dan berpangkat. Mulai dari PNS, kepolisian, hingga TNI.

Dia meminta Mabes Polri mengusut kasus pembunuhan dua pengikut yakni Ismail Hidayah dan Abdul Ghani yang diduga dilakukan Dimas Kanjeng, termasuk penipuan yang terjadi.

Dimas Kanjeng adalah pembina di yayasan miliknya yang terletak di Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Pria berusia 46 tahun tersebut telah dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus pembunuhan dan penipuan. Dia diduga terlibat pembunuhan dua orang bekas anak buahnya, yaitu Abdul Ghani dan Ismail Hidayah.

Mereka dibunuh karena khawatir akan membocorkan dugaan praktik penipuan penggandaan uang. Saat ini Dimas Kanjeng sudah ditahan di Mapolda Jawa Timur. Kepolisian telah menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan ini di padepokan milik Dimas Kanjeng di Probolinggo pada Senin (3/10). Menurut polisi, kasus pembunuhan ini melibatkan sembilan orang pengawalnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement