Senin 03 Oct 2016 22:09 WIB

Perceraian di Indramayu Tertinggi di Indonesia

Rep: Lilis Handayani/ Red: Bayu Hermawan
Proses perceraian (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Proses perceraian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Jumlah kasus perceraian di Kabupaten Indramayu tertinggi se-Indonesia. Faktor ekonomi menjadi penyebab terbesar timbulnya kasus tersebut.

Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu, jumlah perkara perceraian yang diterima PA Indramayu sejak Januari - Agustus tahun ini berjumlah 5.425 kasus. Yakni terdiri dari laporan perkara pada Januari sebanyak 700 kasus, Februari 625 kasus, Maret 719 kasus, April 600 kasus, Mei 674 kasus, Juni 521 kasus, Juli 741 kasus dan Agustus 845 kasus.

Sementara itu, sepanjang 2015, kasus perceraian yang diajukan ke PA Kabupaten Indramayu mencapai 9.444 kasus. Dari jumlah tersebut, yang diketok palu hakim mencapai 9.291 kasus.

Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan 2014 dan 2013. Sepanjang 2014, kasus perceraian di Kabupaten Indramayu hanya 7.385 kasus. Sedangkan pada 2013, kasus perceraian mencapai 8.256 kasus.

"Secara kuantitas, (kasus perceraian) di Indramayu memang tertinggi di Indonesia," ujar Panitera PA Indramayu, Parihi, didampingi Wakil Panitera PA Indramayu, Ahmad Sodikin, saat ditemui Republika.co.id di ruang kerjanya, Senin (3/10).

Berdasarkan kategori PA Kabupaten Indramayu, penyebab perceraian dipilah menjadi empat kategori yakni moral, meninggalkan kewajiban, menyakiti jasmani, dan terus menerus berselisih. Faktor ekonomi menjadi bagian dari kategori meninggalkan kewajiban.

"Faktor ekonomi ini menjadi penyebab terbanyak terjadinya perceraian di Indramayu," katanya.

Sodikin mencontohkan, faktor ekonomi memicu banyaknya wanita/istri yang bekerja di luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Di sisi lain, suaminya yang tidak bekerja dan hanya tinggal di rumah, ternyata hanya bisa menghabiskan uang kiriman dari istrinya.

Hal tersebut akhirnya menimbulkan perselisihan yang terus menerus. Akibatnya, saat istrinya pulang ke kampung halaman, perceraian pun terjadi. Kondisi itu juga membuat perkara perceraian yang diajukan oleh istri (cerai gugat) lebih banyak dibandingkan perkara perceraian yang diajukan oleh suami (cerai talak). Dari 5.425 perkara perceraian yang diajukan sejak Januari – Agustus 2016, cerai gugat mencapai 3.760 kasus. Sedangkan cerai talak hanya 1.665 kasus.  

Selain faktor ekonomi, terjadinya pernikahan dini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya perceraian. Hal itu terlihat dari data dispensasi kawin di PA Indramayu. Sepanjang Januari – Agustus 2016, perkara pengajuan dispensasi kawin mencapai 214 kasus.

Panitera PA Indramayu, Parihi menambahkan, pihaknya sudah berupaya maksimal untuk mendamaikan pasangan suami istri (pasutri) yang mengajukan perkara perceraian. Bahkan, pihaknya menyediakan mediasi khusus di luar sidang oleh mediator tersendiri bagi pasutri yang berperkara.

"Tapi mereka inginnya tetap bercerai," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement