Senin 03 Oct 2016 07:40 WIB

Objek Wisata Tebing Breksi Dipastikan Tetap Aman Dikunjungi

Kawasan wisata Taman Tebing Breksi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Foto: youtube
Kawasan wisata Taman Tebing Breksi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Taman Tebing Breksi di kawasan perbulitan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada musim hujan ini tetap aman dikunjungi wisatawan meskipun berada di wilayah rawan longsor.

"Kami telah menyiapkan berbagai upaya antisipasi dan fasilitas untuk pendukung keamanan wisatawan," kata Ketua Desa Wisata Sambirejo, Prambanan, Kholiq Widiyanto, di Sleman, Senin (3/10).

Ia mengatakan fasilitas pendukung keamanan, di antaranya satu penangkal petir dengan radius jari-jari 150 meter. Di atas tebing pada tepinya juga sudah dikelilingi dengan pagar pengaman.

"Harapan kami dengan persiapan pengamanan ini semoga tidak ada kejadian apa-apa, terutama terhadap pengunjung Taman Tebing Breksi," katanya.

Objek wisata Taman Tebing Breksi yang mulai dikelola warga setempat sejak beberapa tahun lalu itu, berada di daerah perbukitan Prambanan, tepatnya di Desa Sambirejo dengan memanfaatkan tebing, yang dahalu merupakan kawasan penambangan batu oleh warga setempat.

"Sudah bertahun-tahun dulu dijadikan tambang batu, lalu jadi seperti itu. Sebagian warga masih melakukan aktivitas penambangan batu. Selain ada juga yang beralih untuk menjadi pelaku wisata," katanya.

Ia mengatakan Taman Tebing Breksi yang berada satu jalur dengan situs sejarah Budaya Candi Ijo ini dalam beberapa waktu terakhir mulai banyak dikunjungi wisatawan. "Wisatawan sudah cukup banyak yang datang ke sini, apalagi beberapa waktu terakhir banyak 'event' seni, budaya, maupun olahraga yang diselenggarakan di kawasan Taman Tebing Breksi," katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan pada Oktober wilayah Sleman sudah mulai memasuki musim hujan. "Musim hujan di Yogyakarta maju antara dua hingga tiga dasarian dibanding ketika musim berjalan normal. Disebabkan karena adanya anomali dinamika laut dan atmosfer," kata Koordinator Pos Klimatologi BMKG Yogyakarta Joko Budiono.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement