REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan tetap berpegang pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menyatakan bahwa pejawat yang ingin maju kembali harus cuti. Mendagri bahkan sudah menyiapkan pengganti Ahok saat cuti.
"Kecuali MK (Mahkamah Konstitusi) memutuskan lain, kalau tidak kami tetap berpegang pada UU," kata Tjahjo sebelum mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden Jakarta, Jumat (30/9).
Hal ini diungkapkan Tjahjo terkait pengujian UU Pilkada ke MK yang diajukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama (Ahok) yang mengatur wajib cuti bagi petahana yang ingin maju kembali. Mendagri mengungkapkan pihaknya sudah menyiapkan eselon satu dari Kementerian Dalam Negeri yang akan menggantikan Ahok selama cuti.
"Kami mempersiapkan semua untuk gubernur eselon satu Kemendagri, kalau tidak ya sekda tingkat provinsi sepanjang gubernurnya tidak lagi maju. Kalau gubernurnya maju lagi, kalau sekdanya tidak pas," kata Tjahjo.
Sedangkan untuk bupati/wali kota, katanya, tidak ada masalah. "Karena sudah diusulkan semua dari eselon dua. Apakah sekda tingkat dua atau kepala dinas," ungkapnya.
Tjahjo mengingatkan bahwa dalam pelaksanaan pilkada serentak 2017 ini, KPU harus berpegang pada UU dalam menentukan calon pejawat, termasuk juga calon yang berstatus terpidana. "KPU harus mendengar aspirasi masyarakat bahwa untuk membangun pemerintah yang bersih berwibawa, baik ke depan pilihan masyarakaut harus diperhatikan," katanya.
Dia juga mengungkapkan ancaman pilkada yang harus diwaspadai adalah politik uang dan mobilasi kekuasaan, termasuk PNS, oknum TNI/Polri. Mendagri juga meminta para kontestan Pilkada harus menghormati pemilu yang bersih dan tidak mudah menggguat ke MK atau PTUN jika kalah.
"Kalah satu atau satu juta suara sama terhormatnya, menang satu atau satu juta suara juga menang dengan hormat. Jangan sedikit-sedikit gugat ke MK, PTUN, sehingga kewenangan Bawaslu lebih diutamakan," harap Mendagri.