REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anomali politik Pilgub DKI Jakarta dinilai dapat menjadi teori politik bari. Pengajar Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Harmonis melihat politik Indonesia terlebih proses politik jelang Pilkada DKI Jakarta memperlihat tidak ada sinkronasi teori dengan realita politik.
"Capek-capek ngajar di kelas tapi beda sama teori, kalau dalam teorinya partai menjadi mesin politik di sini enggak," katanya, Jumat (30/9).
Harmonis mengatakan dalam Pilkada DKI Jakarta fungsi partai tidak berlaku. Tapi muncul fungsi baru. Karena tidak fungsi kaderisasi dalam partai. Karena Dari tiga Calon Gubernur yang maju tidak ada satu pun kader partai.
"Tidak ada kaderisasi, yang ada konektivikasi atau genetikasi, tergantung konektivitasnya atau kalau bapak ketua partai anak yang maju," tambahnya.
Harmonis menjelaskan teori lahir dari pengalaman realitas sosial. Nyatanya teori politik yang kebanyakan berasal dari barat tidak berlaku dalam politik Indonesia. "Ya ada bagusnya sih jadi kita punya teori politik sendiri," katanya.
Pejawat Basuki Tjatjaha Purnama keluar dari Gerindra dan belum memutuskan untuk masuk ke dalam partai. Begitu pula Agus Harimurti Yudhoyono yang diusung Demokrat, PPP, PAN dan PKB bukan kader dari salah satu partai yang mengusungnya. Begitu juga Anies Baswedan yang bukan kader dari Partai Gerindra dan PKS.