REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru memperkirakan, Provinsi Riau mengalami puncak La Nina pada bulan Oktober dan November tahun ini.
"Wilayah di Riau, saat ini kan sudah masuk dalam masa transisi musim hujan. Puncaknya terjadi dua bulan ke depan," terang Kepala Stasiun BMKG Pekanbaru, Sugarin di Pekanbaru, Senin (26/9).
Ia mengaku, pihaknya telah menyatakan musim kemarau yang diAlami provinsi berjuluk Bumi Lancang Kuning tersebut saat ini adalah kemarau basah. Kondisi cuaca seperti itu, sebagai dampak terjadinya fenomena La Nina dan dirasakan mulai melanda di Riau pada pertengahan September.
Artinya, jelasnya, saat musim kemarau tiba, tetapi hujan turun di berbagai kabupaten/kota dengan intensitas ringan hingga sedang karena tingginya suhu permukaan air laut melebihi, sehingga menghasilkan banyak uap air. "Itu sebabnya, di Riau kita prediksi potensi hujan terjadi pada sore, malam sampai dini hari disertai petir dan angin kencang. Tetapi bukan puting beliung karena miliki kecepatan di bawah 40 knots," kata dia.
Meski berbagai wilayah di Riau terjadi hujan, Sugarin tegaskan, tapi bukan berarti provinsi tersebut terbebas dari bahaya kebakaran hutan dan lahan terutama lahan gambut.
Seperti diketahui, luas total wilayah daratan di Riau sekitar 8,9 juta hektare dan 49 persen atau 4,36 juta hektare merupakan hutan dan lahan gambut rentan terbakar saat musim kering. "Gambut tiga hari tidak turun hujan, maka dianggap kering. Terus yang jadi masalah adalah perilaku (manusia). Kita tidak bisa 'men-zero-kan' kebakaran hutan dan lahan," terangnya.
Sebelumnya Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, adanya fenomena kemarau basah di Indonesia itu berdasarkan dari pengamatan 50 tahun terakhir. "Kemarau basah terjadi, karena ini dipengaruhi El Nino yang diikuti langsung La Nina," katanya.
Dia menyebut, La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu muka laut di Samudera Pasifik area khatulistiwa dan mendorong bertambahnya suplai uap air bagi Indonesia sehingga curah hujan akan cenderung meningkat.
Sementara itu, El Nino merupakan kebalikan dari kondisi tersebut yakni musim kemarau panjang dengan curah hujan minim.
Hal itu menjadikan kemarau basah terjadi pada sebagian besar wilayah di Indonesia. "Bahkan, cuma 26 persen wilayah Indonesia yang benar-benar merasakan musim kemarau," sebutnya.