Sabtu 24 Sep 2016 06:11 WIB

Luka di Balik Wajah Lugu Anak-Anak Korban Banjir Garut

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ilham

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Matahari mulai terbit, anak-anak di Posko Pengungsian satu persatu mulai bangun dari tidurnya. Di antara mereka ada yang tidak memiliki orang tua. Orang tuanya dikabarkan hilang, hanyut terbawa air bah akibat luapan Sungai Cimanuk pada Selasa (20/9), malam.

Banyak anak-anak yang masih kaget (shock) pascabencana. Di antara mereka banyak yang menjadi korban utama bencana yang melanda Kabupaten Garut. Untuk mengobati luka pada ingatan anak-anak, mereka mengikuti program pendampingan yang diberikan Tim Dukungan Psikososial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

"Anak-anak ketakutan saat mendengar suara keran air yang terlalu kencang," kata salah seorang anggota Tim Dukungan Psikososial dari STKS Bandung, Irniyati Samosir kepada Republika.co.id, Jumat (23/9).

Ada beberapa gejala yang nampak pada anak-anak. Ketika mereka mau ke kamar mandi, mereka ingin selalu ditemani. Menurut Irniyati, setelah diidentifikasi mengapa anak-anak ketakutan.

Ternyata mereka bukan takut untuk pergi ke kamar mandi sendirian. Tapi, karena mereka ketakutan saat melihat sungai dan air dengan jumlah banyak. Hal ini terjadi karena mereka pernah menyaksikan langsung air yang tiba-tiba meluap dan masuk ke rumah mereka.

 Seorang anak perempuan berusia 4 tahun, katakan bernama Sinta, tinggal di Posko Pengungsian, Korem 062 Tarumanagara, Kabupaten Garut. Semua orang yang tinggal di pengungsian tidak tahu orang tua gadis kecil itu selamat atau tidak dari bencana. Tapi, sampai hari ini belum ditemukan titik terang mengenai keberadaan orang tuanya.

"Dia selalu menanyakan mamah di mana? Papah di mana? Kapan mereka datang? Kapan mereka pulang?" kata Irniyati.

Sinta mungkin melihat anak-anak lain bersama orang tuanya di pengungsian. Tapi, orang tua dia tidak ada. Kondisi ini membuat dia bertanya-tanya tentang keberadaan orang tuanya.

Bencana banjir akibat luapan Sungai Cimanuk telah meninggalkan luka pada ingatan Sinta dan anak-anak yang lain. Banyak yang mengatakan alih fungsi lahan dan kerusakan hutan di hulu sungai menjadi penyebab bencana. Gadis yang masih ranum tersebut menjadi salah satu korbanya.

 

Irniyati menerangkan, ada beberapa kerabat Sinta yang tinggal di pengungsian. Mereka tidak sanggup memberitahu Sinta mengenai nasib ayah dan ibunya.

 

"Mama kamu, papa kamu sedang pergi ke luar kota, kita doain supaya mama papa cepat pulang," ujar Irniyati. Menurutnya, hanya penjelasan itu yang saat ini dapat disampaikan kerabat-kerabat Sinta kepadanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement