Jumat 23 Sep 2016 20:32 WIB

Kapolri Ingin Akar Masalah Banjir Garut Diungkap

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ilham
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Kapolri Jenderal Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Polri ingin akar masalah bencana banjir bandang di Kabupaten Garut diusut tuntas. Jika tidak ditemukan akar masalahnya, dikhawatirkan akan terjadi kejadian yang sama.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, bagian pertama yang paling utama melakukan evakuasi. Menolong korban dan membantu warga yang kehilangan tempat tinggal serta trauma.

"Sambil ini jalan, saya minta tim dari Polda bekerja sama dengan Pemda dan BNPB mempelajari apa akar masalah banjir bandang ini," kata Jenderal Pol Tito kepada Republika.co.id saat menengok pengungsi di Korem 062 Tarumanagara Kabupaten Garut, Jumat (23/9).

Ia menerangkan, debit air yang melonjak tiba-tiba merupakan fenomena alam biasa atau dampak dari kerusakan lingkungan harus ditelusuri. Kemudian harus dicari jalan keluarnya. Baik melalui cara-cara nonpenegakan hukum atau dengan cara penegakan hukum.

Cara nonpenegakan hukum, diterangkan dia, bisa melalui cara penghijauan kembali daerah aliran sungai. Kalau ternyata terjadi ilegal loging, perambahan hutan oleh oknum tertentu sehingga mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan, maka harus dipelajari penyebabnya.

Ia menegaskan, kalau akar masalahnya tidak selesai, dikhawatirkan akan terjadi lagi hal serupa. "Saya minta bapak kapolda bekerja sama dengan stakeholder lain, untuk mempelajari apa penyebabnya, suapaya ini tidak terulang lagi," kata Jenderal Tito.

Sementara, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, Mochamad Mazid mengatakan, keberadaan air dari sisi kualitas dan kuantitas sangat berkaitan erat dengan kualitas lingkungan.

Ia menerangkan, salah satu penyebab banjir adalah tutupan kawasan konservasi di hulu DAS Cimanuk sudah sangat terbuka. Ketika terjadi hujan di lokasi yang banyak pepohonan, seharusnya air bisa terserap dan tersimpan di dalam tanah. Pada saatnya akan dialirkan sesuai dengan kebutuhan.

"Sekarang dengan kondisi hutan yang sudah sedemikian kritis, salah satu dampaknya ketika intensitas hujan menjadi tinggi itu sudah menjadi aliran permukaan," kata Mazid.

Saat terjadi banjir di Garut, curah hujan sangat tinggi dan menimbulkan dampak yang signifikan. Menurutnya, harus dilakukan dua hal yang sangat mendasar. Pertama, upaya struktural seperti melakukan normalisasi dan tebing sungai yang kritis harus segera ditangani. "Yang tidak kalah pentingnya melakukan upaya nonstruktural, adalah melakukan penghijauan," kata Mazid.

Selain itu, ditegaskan Mazid, untuk meminimalisir korban banjir, daerah sempadan (bibir) sungai itu sebaiknya jangan jadi kawasan hunian. Agar saat air meluap tidak menimbulkan korban jiwa. Tapi faktanya bisa lihat di lapangan sempadan jadi kawasan hunian.

Menurutnya, sebanyak 60 persen yang seharusnya menjadi kawasan hijau sudah jadi kawasan terbuka di wilayah Gunung Papandayan. Ketika hutan di hulu sungai rusak, pasti memberikan dampak negatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement