Kamis 22 Sep 2016 23:17 WIB

Literasi Digital Dinilai Solusi Cegah Radikalisasi Terhadap Anak

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham
Sejumlah anak bermain internet (ilustrasi).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sejumlah anak bermain internet (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme Noor Huda Ismail mewacanakan pentingnya literasi digital bagi anak agar tak terperangkap oleh pesan-pesan terorisme. Dengan literasi digital, ia yakin potensi seorang anak menjadi teroris akan menurun.

Ia mengakui, kasus terorisme yang dilakukan anak seperti yang terjadi di Medan beberapa waktu lalu merupakan bentuk pencarian jati diri. Ia menyebut, anak usia 16-28 tahun sedang giat mencari sosok untuk ditiru. Proses pencarian sosok itu juga melibatkan teman baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

"Sekarang teman tidak cuma nyata, tapi ada juga yang online, misal kejadian yang di Medan dia ada hubungan dengan napi teroris dalam penjara. Sebab, di dalam kontak ponselnya ditemukan itu. Napi inilah yang membuat dia teradikalisasi," katanya, Kamis (22/9).

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian tersebut menjelaskan literasi digital adalah sikap kritis terhadap isu-isu yang ditampilkan di dunia maya, baik itu berupa website maupun media sosial. Ia berharap dengan sikap kritis yang terbangun, maka seorang anak bisa bijak berselancar di dunia maya.

"Yang penting itu perlunya literasi digital, jadi anak mengerti yang ada di digital itu harus dikritisi jangan dibenarkan secara sepihak. Sebetulnya, literasi digital itu tugas kita semua, tak hanya sekolah formal," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement