REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hilman Nugroho mengatakan, kondisi DAS Cimanuk menjadi sala satu penyebab banjir bandang di Kabupaten Garut. Selain lahan kritis, kondisi daerah aliran air permukaan (limpasan) di bagian hulu ikut mempengaruhi terjadinya banjir pada Senin (20/9).
Menurut Hilman, kawasan limpasan DAS Cimanuk berstatus ekstrim dan tinggi. Kawasan tersebut diketahui berada di bagian hulu Sungai Cimanuk. "Turunnya hujan lebat selama sekitar tiga hari berturut-turut menyebabkan aliran air permukaan semakin tinggi. Kawasan limpasan terletak di perbukitan, kondisi ini cepat memicu banjir," ujar Hilman di Gedung KLHK, Jakarta, Kamis (22/9).
Dia menjelaskan, di DAS tersebut juga terdapat lahan pertanian sayur seluas 28.777 hektare. Lahan itu diolah langsung oleh masyarakat sekitar.
Meski diolah secara teratur, lahan pertanian tidak memiliki sistem pembuangan aliran tanah (drainase) yang baik. Menurut Hilman, drainase di lahan pertanian dibuat dalam jumlah yang cukup dan sejajar dengan kontur tanah. Dengan begitu, aliran air yang dibuang tidak menumpuk dengan limpasan air.
Selain beberapa faktor di atas, budaya pengolahan lahan pertanian di DAS Cimanuk juga perlu diperbaiki. Kondisi lahan kini didominasi oleh tanaman holtikultura. Idealnya, sistem penanaman di kawasan tersebut dibuat bercampur antara tanaman keras (berkayu) dengan tanaman holtikultura. "Sebaiknya memang persentase tanaman keras lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman holtikultura," kata Hilman.
Berdasarkan data yang dihimpun dari KLHK, luas DAS Cimanuk mencapai 363.630 hektare. Dari luasan itu, terdapat lahan yang statusnya kritis, yakni 5.100 hektare di dalam hutan lindung dan 3.300 hektare lahan kitis di luar kawasan hutan lindung.
Sebelumnya, banjir bandang di Kabupaten Garut yang terjadi pada Senin lalu dipicu curah hujan dengan in tensitas tinggi pada malam hari. Berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir bandang terlebih dulu melanda Desa Mulya Sari, Kecamatan Bayongbong dan berlanjut ke Kecamatan Tarongong Kidul, Garut Kota hingga Cibatu. Daerah yang paling parah terlanda banjir bandang adalah Desa Haurpanggung Kelurahan Sukakarya Kecamatan Tarogong Kidul dan Kelurahan Sukamentri dan Kelurahan Paminggit Kecamatan Garut Kota.
Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hingga Kamis petang, jumlah korban tewas akibat bencana tersebut mencapai 23 orang. "Jumlah korban hilang masih tetap 18 orang, terdiri dari anak-anak, balita hingga orang dewasa. Sebanyak 32 orang luka dan 433 lainnya mengungsi," jelas Sutopo kepada Republika.co.id, Kamis.
Hingga saat ini, terdapat 154 rumah mengalami kerusakan berat, 33 rumah rusak ringan dan 19 rumah lain mengalami kerusakan sedang. Selain itu, masih ada 398 rumah terendam dan 347 rumah yang dinyatakan hanyut terbawa banjir.
Menurut Sutopo, pencarian korban hilang masih terus berlanjut. "Bantuan logistik dan pakaian telah diberikan. Posko pengungsian pun sudah didirikan dengan bantuan BPBD, Basarnas, kepolisian dan unsur militer setempat," tambahnya.