Kamis 22 Sep 2016 10:35 WIB

PNS Gugat Kewenangan Taspen ke MA

Rep: EH Ismail/ Red: Dwi Murdaningsih
Empat PNS mengajukan permohonan uji materi atas kewenangan kepada PT Taspen (Persero) untuk mengelola program Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Kematian (JKM) bagi PNS.
Foto: istimewa
Empat PNS mengajukan permohonan uji materi atas kewenangan kepada PT Taspen (Persero) untuk mengelola program Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Kematian (JKM) bagi PNS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak empat Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajukan permohonan uji materi atas substansi Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (PNS) ke Mahkamah Agung (MA). Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada PT Taspen untuk mengelola program JKK dan JKM bagi PNS.

Pendaftaran gugatan dilakukan keempat PNS pada Rabu (21/9). Keempat PNS tersebut adalah Budi Santoso yang merupakan dosen pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dwi Maryoso yang merupakan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, serta Feryando Agung dan Oloan Nadeak yang merupakan PNS di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Dwi Maryoso yang bertindak sebagai juru bicara keempat PNS mengatakan, mereka mengajukan uji materi dengan alasan kepentingan ilmu pengetahuan. Para pemohon berpandangan PP JKK dan JKM tidak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), dan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Sebab, berdasarkan ketiga UU tersebut, lembaga yang berwenang menyelenggarakan program JKK dan JKM adalah badan hukum publik BPJS Ketenagakerjaan yang berprinsip nirlaba dan tidak mengejar keuntungan, bukan PT Taspen sebagai badan usaha yang tujuannya untuk mencari keuntungan.  Selain itu, UU ASN memerintahkan agar program JKK dan JKM yang diberikan kepada PNS sesuai dengan program SJSN.

“Berdasarkan SJSN, maka yang menyelenggarakan program JKK dan JKM adalah BPJS Ketenagakerjaan,” kata Dwi.

Dwi melanjutkan, berdasarkan Pasal 57 juncto Pasal 65 UU BPJS, PT Taspen tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada 2029. Dalam hal ini, PT Taspen tidak diperkenankan untuk menambah program baru, seperti program JKK dan JKM.

Untuk kepentingan tersebut , Pasal 65 ayat (2) UU BPJS memerintahkan PT taspen untuk menyusun roadmap pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan. Akan tetapi, PT Taspen justru membuat roadmap yang isinya ingin mengadakan revisi UU BPJS dengan membatalkan pengalihan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana yang dimuat dalam Peta Jalan 2014-2029 dalam Bab 10 tentang aspek sosialisasi dan advokasi halaman 153 – 166.

Oleh karena itu, kaat Dwi, para pemohon memohon kepada Ketua MA untuk menyatakan pasal 7 PP Nomor 70 tahun 2015 bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

“Selanjutnya dimohon pula kepada Ketua Mahkamah Agung untuk memerintahkan Presiden Republik Indonesia mencabut pasal 7 Peraturan Pemerintah dimaksud,” ujar Dwi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement