Senin 19 Sep 2016 22:45 WIB

Mengharmoniskan Masyarakat dan Taman Nasional

Sejumlah warga berjalan melintasi kebun bawang di kampung Sarongge, kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango , Cianjur , Jabar,
Foto: Antara
Sejumlah warga berjalan melintasi kebun bawang di kampung Sarongge, kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango , Cianjur , Jabar,

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Hafil / Wartawan Republika.co.id

Kawasan taman nasional merupakan kawasan yang dilindungi oleh negara sebagai tempat untuk konservasi sumber daya alam. Perlu pendekatan yang bijak dari pemerintah selaku pengelola taman nasional terhadap masyarakat sekitar yang memanfaatkan kawasan tersebut.

Salah satu contoh pendekatan yang bijak antara pemerintah dan masyarakat di sekitar taman nasional ada di Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.  Kepala Desa Cimacan,  Dadan Supriatna, menceritakan dulu warganya banyak yang menjadi petani di lahan konservasi alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Di mana, mereka bercocok tanam dengan merambah hutan. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran karena pepohonan di area taman nasional tidak boleh ditebang.

“Namun beberapa tahun terakhir ini kegiatan bertani  dengan menggarap lahan hutan masyarakat sudah sangat jauh berkurang. Lahan garapan pertanian mereka  sudah semakin jauh dari wilayah hutan konservasi taman nasional,” kata Dadan kepada Republika.co.id, akhir pekan lalu.

Kalaupun masih ada warga yang bertani di wilayah hutan, lokasinya jauh dari kawasan inti hutan konservasi. Selain itu, masyarakat yang masih bertani di wilayah TNGGP diwajibkan untuk menanam pohon dan merawatnya.

Dadang mengatakan, pada masa lalu kegiatan pertanian  masyarakat dengan merambah hutan karena ketidaktahuan dan kurangnya kesadaran masyarakat atas program konservasi  alam. Namun, setelah  seringnya penyuluhan dari pihak TNGGP, masyarakat bisa menerima bahwa kegiatan seperti itu mengganggu konservasi alam.

 “Jadi masyarakat tahu jika program konservasi alam rusak akan berakibat buruk juga seperti bencana alam longsor, banjir, dan mengurangi fungsi taman nasional sebagai daerah sumber daya air. Selain itu, warga juga menyadari di dalam TNGGP terdapat banyak makhluk hidup sehingga jika konservasi alam terganggu akan berdampak buruk bagi satwa-satwa liar yang ada di sana,” kata Dadan.

Dadang mengatakan,  meski tak ingin wilayah konservasinya  diganggu,  pihak TNGGP tidak ingin masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Masyarakat yang dulunya bertani dengan merambah hutan, dilatih dan diberikan bantuan untuk beternak. Sekarang, peternakan yang dikelola warga sudah menjadi usaha yang  bisa menghasilkan secara ekonomi.

“Ini cara TNGGP mengalihkan ketergantungan masyarakat pada cocok tanam di lahan konservasi TNGGP dengan memberikan pembinaan pada bidang peternakan,” kata Dadan. 

Selain itu, pihak TNGGP juga masih membolehkan masyarakat untuk bertani. Tetapi, tidak di lahan inti hutan yang menjadi lokasi konservasi alam. Selain itu, masyarakat yang diberikan kesempatan bertani itu juga diwajibkan untuk menanam pohon di sekitar area pertaniannya.

Sekarang, lanjut Dadan, kesadaran masyarakat atas konservasi alam di TNGGP sudah meningkat. Bahkan, masyarakat ikut mengawal dan menjaga konservasi alam ini secara langsung. Banyak masyarakat yang bergabung dalam program Masyarakat Mitra Polisi Hutan/Polhut (MMP)  TNGGP. Program ini merupakan bentuk kolaborasi antara masyarakat dan Polhut dalam menjaga kawasan hutan.

“Mereka saling berpatroli keliling hutan  untuk menjaga TNGGP dari pencurian kayu, perburuan satwa liar, kebakaran hutan, pencemaran sungai dan mata airnya, serta menjaga lahan hutan konservasi dari garapan petani liar,” kata Dadan.

Bahkan, tak sedikit dari masyarakat yang menjadi relawan dalam memberikan penyuluhan kepada pengunjung TNGGP. Mereka memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan konservasi alam di TNGGP.

Dadan berharap, ke depannya pihak TNGGP selalu mengajak langsung peran serta masyarakat dalam program-program konservasi. Sehingga, kesadaran masyarakat untuk ikut mengawal konservasi alam tetap terjaga. 

Kepala Balai Besar TNGGP  Suyatno Sukandar mengatakan, partisipasi masyakarat sangat dibutuhkan dalam melindungi program konservasi alam di TNGGP.  Dengan kerja sama, maka upaya konservasi alam di TNGGP bisa terjaga. Karena, TNGGP memiliki peran penting tidak hanya untuk konservasi flora dan fauna. Tetapi juga bagi kehidupan manusia.

Pakar Sosial Masyarakat Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Haryanto R Putro mengatakan, pengelola taman nasional memang harus mengembangkan program mitra kemasyarakatan. Karena, tidak semua masyarakat yang berada di sekitar wilayah taman nasional memiliki inisiatif untuk berperan serta mengawal program konservasi alam.

Untuk kasus partisipasi masyarakat di TNGGP, dia menilai pihak TNGGP sudah tepat melakukan intervensi. Yakni, dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak lagi merambah hutan untuk kegiatan pertanian namun memberikan konpensasi berupa bantuan untuk peternakan dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan patroli bersama menjaga hutan.

Menurut Haryanto, pemanfaatan peran serta masyarakat ini juga harus dilakukan secara bijak dan tidak kaku. Apalagi, jika masyarakat di suatu taman nasional dari dulunya sudah memiliki ketergantungan dengan hutan untuk mata pencahariannya.

Dia menyarankan, masyarakat tetap diperbolehkan memanfaatkan sumber daya alam di taman nasional tanpa merusak lingkungan. Misalnya, pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti damar dan rotan. Atau yang terkait dengan perkebunan seperti buah-buahan.

“Dengan cara-cara seperti ini, maka hubungan antara masyarakat dan pengelola taman nasional akan terjaga dengan baik karena ada unsure saling menguntungkan,” kata Haryanto.

Senada dengan Haryanto, Direktur Kawasan Konservasi  Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan, Herry Subagiadi,  mengatakan, konsep intervensi pengelola taman nasional memang harus diterapkan. Namun, harus disesuaikaikan dengan potensi masyarakat sekitar.

“Konsep ini sangat bagus. Tetapi bagaimana caranya agar masyarakat yang memanfaatkan hutan seperti untuk kegiatan pertanian merasa tidak terusir dan menciderai mata pencaharian mereka. Ajak serta mereka untuk membangun taman nasional,” kata Herry.

Pihak taman nasional harus memberikan solusi terhadap masyarakat yang dulunya memanfaatkan lahan hutan. Pihak taman nasional juga harus jeli melihat masyarakat yang murni merambah hutan sebagai mata pencaharian pribadinya, atau mereka hanya menjadi pekerja yang ditunggangi oleh perusahaan.

 Jika mereka merambah karena untuk mata pencaharian karena berada di bawah garis kemiskinan, maka ini harus dibina dan diberi solusi. Tetapi, jika masyarakat ini ditunggangi oleh perusahaan, maka harus ditindak secara hukum. “Termasuk juga perusahaannya,” kata Herry.

Menurut Herry, banyak perusahaan yang ikut merambah hutan dengan melibatkan masyarakat. Ini terjadi di berbagai wilayah taman nasional yang ada di Indonesia. Perusahaan itu biasanya merambah untuk kepentingan bisnis seperti kebun sawit dan batubara.

 “Nah, kalau yang seperti ini harus benar-benar ditindak secara hukum. Taman nasional harus terbebas dari kepentingan-kepentingan bisnis yang merusak. Karena, ini akan mengganggu jalannya program konservasi alam nasional,” kata Herry.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement