Jumat 16 Sep 2016 20:46 WIB

Reklamasi Teluk Jakarta Kepentingan Siapa?

Red: M.Iqbal
 Rizky Fajrianto, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia 2016
Foto: Dokpri
Rizky Fajrianto, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia 2016

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rizky Fajrianto, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia 2016

Pemerintah akhirnya memutuskan melanjutkan kembali proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Kelanjutan proyek ini berlaku setelah dicabutnya keputusan penghentian proyek reklamasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, beberapa waktu lalu.

Keputusan ini tentu menganulir kebijakan yang dibuat Rizal Ramli saat masih menjabat Menko Kemaritiman. Seperti diketahui, pemerintah mengambil keputusan tersebut setelah adanya peninjauan langsung ke lokasi reklamasi serta didukung pengkajian ulang terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Pengambilan keputusan ini juga dilakukan setelah adanya koordinasi antara kementerian/lembaga terkait, di antaranya Kementerian Koodinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN Persero), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Instansi yang terlibat lainnya, yakni Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, serta aspek hukum dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Dalam sidang Peninjauan Kembali, pertimbangan majelis hakim memenangkan para pengusaha adalah perubahan dan penghentian reklamasi harus dengan Keputusan Presiden. Bukan dengan Keputusan Menteri.

Pihak yang berwenang menghentikan dan meneruskan reklamasi adalah presiden. Karena, sejak awal proyek ini berbasis pada Keputusan Presiden, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak bisa membatalkan keputusan presiden.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, urusan reklamasi itu kewenangan pusat. Pramono mengatakan kewenangan tersebut antara lain sesuai dengan Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Selain itu, ada Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur serta Peraturan Presiden No. 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Menengok Sejarah Negara Lain

Tak bisa dimungkiri, reklamasi pantai sudah lama dilakukan di banyak negara berpantai dan berpelabuhan di dunia. Berbagai alasan hadir mendukung pelaksanaan proyek tersebut.

Bagi negara totalitarian, pemerintah dengan mudah mengabaikan pihak terkena dampak dalam pengambilan keputusan. Bagi negara demokrasi, hak rakyat itu utama.

Dan oleh sebab itu, keterbukaan rencana merupakan kewajiban untuk diketahui dan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampaknya.

Uni Emirat Arab adalah salah satu negara yang sukses dengan reklamasi. Mereka membangun Palm Island dan World Island dengan menguruk lahan di pantai.

Jepang juga berhasil membangun Bandara Haneda di atas lahan reklamasi. Dua landasan pesawat di bandara Tokyo ini adalah hasil reklamasi pada 2000.

Singapura juga berhasil menambah luas lahannya dengan reklamasi. Bahkan, mereka akan kembali mereklamasi pantai timur negara pulau itu.

Reklamasi seluas 1.500 hektare ini disebut sebagai reklamasi terbesar dalam sejarah Singapura. Rencananya, lahan itu akan digunakan sebagai tempat tinggal buat 200 ribu penduduk.

Untuk apa reklamasi Teluk Jakarta?

Reklamasi Teluk Jakarta mengancam kelanjutan hidup sekitar 7.000 nelayan. Kompensasi kepada para nelayan pun tidak jelas.

Padahal pembahasan reklamasi Teluk Jakarta sudah dilakukan sejak era Orde Baru. Dengan dalih, kepentingan nasional.

Ada 17 pulau yang akan dibangun, mulai dari pulau A hingga Q. Tiga kawasan akan membagi pulau-pulau tersebut.

Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah untuk perdagangan jasa dan komersial.

Sedang kawasan timur untuk distribusi barang, pelabuhan, dan pergudangan. Sebagai kota metropolitan yang juga ibu kota NKRI, DKI Jakarta sedang menghadapi permasalahan serius terkait dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan.

Kondisi daya dukung ruang di Ibu Kota terus menurun tajam sejalan dengan beban populasi yang semakin tinggi. Sementara, pengelolaan masalah perkotaan di Ibu Kota tidak dilakukan dengan baik selama ini.

Beban populasi nyata kota sudah mencapai 12,5 juta jiwa lebih pada luas wilayah daratan 662 km persegi. Beban populasi yang sangat tinggi dengan keterbatasan lahan dan ruang ialah tantangan besar yang dihadapi Jakarta untuk mewujudkan ibu kota yang berkualitas.

Keterbatasan kelengkapan infrastruktur pendukung telah menyebabkan Jakarta tumbuh menjadi kota metropolitan yang sarat dengan berbagai permasalahan lingkungan.

Solusi Reklamasi Teluk Jakarta

Semoga polemik reklamasi Teluk Jakarta bisa menjadi solusi untuk menambah lahan hijau kota, hunian, serta penyediaan air baku. Akan sangat anggun, bila reklamasi itu merupakan bagian dari strategi pelaksanaan pembangunan kota terpadu dalam arti luas, dengan mencakup kota-kota sekitar.

Dalam kaitan itu, reklamasi akan menyumbangkan sumber daya kota dengan efisien dan ekologis. Pada skala besar, reklamasi Teluk Jakarta sewajibnya untuk seluruh lapisan masyarakat demi keberlanjutan, dan pencapaian suatu kota inklusif berperuntukan majemuk-campur.

Lahan hasil reklamasi adalah milik negara, meski perlu adil terhadap mereka yang terlibat membiayai pembangunannya dengan prioritas tertentu secara terbuka dan diketahui umum. Nelayan sekitar wilayah reklamasi juga harus mendapat perhatian lebih, karena bagaimanapun reklamasi ini harus memberi manfaatnya kepada pribumi.

Bukan untuk kepentingan konglomerat, dan penguasa saja. Pemerintah juga harus sadar dan berpegang kepada UUD 1945, terutama Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Semoga...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement