REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Biro Investigasi Federal AS (FBI) mulai mengintensifkan upaya untuk menyeret peretas asing yang diduga berasal dari Rusia. Badan inteligen AS itu menuduh orang Rusia meretas sejumlah sistem tokoh dan partai politik AS, Kamis (16/9).
FBI mengatakan, membangun kasus legal terhadap para peretas asing cukup sulit dilakukan. Pasalnya sebagian besar bukti untuk melawan mereka sering kali rahasia. Meski demikian, Gedung Putih dan sejumlah pejabat pemerintah menilai langkah hukum adalah cara terbaik untuk merespons aksi kejahatan siber tersebut.
Apalagi muncul kekhawatiran mereka akan lebih agresif menjelang pemilu presiden AS bulan November mendatang. Meski demikian, AS tidak ingin upaya hukum ini melecut ketegangan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
"Tidak melakukan apa-apa bukan pilihan, karena itu akan membuat mereka berpikir kita lemah dan mereka akan lebih berani melalukan hal-hal berisiko, " kata salah satu pejabat anonim yang terlibat dalam upaya hukum tersebut. Selama ini, Rusia telah menolak mendukung atau memerintahkan segala aktivitas peretasan.
Juru bicara pers Gedung Putih, Josh Earnest mengatakan, Washington sedang menyusun respons yang pas cukup kompleks. Ia juga menyadari FBI menghadapi tugas yang sulit. "Kami berada di wilayah yang sempit dan tidak bisa dieksplor, tapi presiden ingin mencoba membuat norma internasional dalam hal ini," kata dia.
Baca juga, Peretas Cina akan Dikenai Sanksi AS.
Isu ini mulai naik ke permukaan saat surat elektronik milik Komite Demokrat Nasional muncul ke publik sejak Juli. Pekan ini, partai menuduh Rusia berada di balik aksi peretasan tersebut. FBI belum berbicara terbuka soal hal ini.