Kamis 15 Sep 2016 12:36 WIB

Pariwisata Bali Jangan Sampai Kehilangan Jati Diri

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Salah satu desa wisata di Bali (ilustrasi).
Foto: Antara
Salah satu desa wisata di Bali (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Filosofi Bali, Tri Hita Karana menjadi pegangan teguh masyarakat Pulau Dewata. Ini juga menjadi acuan para pemangku kepentingan di bidang pariwisata. "Konsep Tri Hita Karana ini supaya pariwisata Bali tidak kehilangan jati dirinya," kata Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, Kamis (15/9).

Pariwisata Bali, Pastika mengatakan harus mampu menyesuaikan diri dengan kode etik wisata secara global. Mulai dari level pelayanan hingga penunjang. Ini kemudian yang memagari wisata Bali supaya tidak ditinggalkan kemudian hari.

Pariwisata Bali, kata mantan Kapolda Bali ini perlu semakin berbenah. Pengembangannya tak boleh mengenyampingkan nilai budaya dan isu lingkungan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengkhawatirkan adanya pergeseran tujuan wisatawan datang ke Bali. Hal ini disebabkan semakin menjamurnya obyek-obyek yang menggeser wisata budaya di pulau ini.

"Survei memang menunjukkan separuh atau 65 persen dari wisatawan datang ke Bali ingin menikmati atraksi budayanya, namun bayak juga yang ingin menikmati kebebasan di sini," ujarnya.

Salah satu contoh adalah menjamurnya tempat hiburan malam di Bali, seperti diskotek dan tempat karaoke. Investor semakin banyak membangun fasilitas yang menguntungkan saja, tak peduli dengan dampaknya dalam menggeser nilai budaya Bali.

Sistem zonasi perlu diterapkan untuk mengantisipasi persaingan harga tidak sehat. Cok Ace mencontohkan dalam satu zona semestinya tidak boleh ada hotel berbintang berdampingan dengan hotel berbayar murah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement