Rabu 14 Sep 2016 23:24 WIB

Warga Kota Malang Protes Parkir Liar Lewat Petisi Online

Rep: Christyaningsih/ Red: Yudha Manggala P Putra
Parkir liar di kawasan Asemka, Jakarta Barat, Kamis (5/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Parkir liar di kawasan Asemka, Jakarta Barat, Kamis (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejak sepekan terakhir warga Kota Malang ramai-ramai memprotes keberadaan juru parkir (jukir) liar melalui petisi online (daring). Lewat laman web petisionline (http://www.petisionline.net/malang_darurat_parkir) warga Kota Malang menyampaikan keberatan atas makin menjamurnya jukir liar.

Saat berita ini ditulis, petisi sudah mendulang 10.273 tanda tangan. Petisi 'Malang  Darurat Parkir' terbit setelah Pemkot Malang tak kunjung memberi respons atas protes warga terkait parkir liar.

Petisi ini menyebut jukir liar sebagai siluman parkir. Penyebutan ini lantaran hak sebagai masyarakat dan kewajiban sebagai tukang parkir tak pernah seimbang. Pemilik motor diwajibkan membayar Rp 2 ribu sekali berhenti untuk sepeda motor. Sedangkan jukir langsung pergi setelah menerima uang tanpa menunaikan kewajibannya sebagai jukir.

"Kadang kita hanya beberapa menit berhenti, membeli sesuatu tak sampai seribu rupiah namun dipaksa membayar melebihi apa yang kita beli," demikian penggalan isi petisi tersebut.

Perda Kota Malang menetapkan tarif parkir sebesar Rp 2 ribu di 600 titik yang digolongkan sebagai lahan parkir. Namun sebagian masyarakat memanfaatkan tingginya tarif parkir itu untuk membuka lahan parkir liar. Mulai dari ATM, warung makan kecil, bahkan tempat foto copy tak luput dari sempritan jukir liar.

Seorang mahasiswa Universitas Brawijaya, Desiani Susanti, mengungkapkan pengalamannya menghadapi jukir liar. Suatu hari ia pergi ke sebuah bank yang belakangan diketahui ternyata tutup. Ia kemudian memarkir motor di halaman bank untuk bertanya kepada satpam bank. "Setelah saya kembali ke motor mendadak ada yang menyemprit dari belakang dan minta uang parkir," kisahnya kepada Republika.co.id, Rabu (14/9).

Padahal, lanjutnya, ia hanya memarkir motornya tak lebih dari tiga menit. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan ini pun termasuk salah satu warga yang ikut menandatangani petisi 'Malang Kota Parkir'. Menurutnya selain harus menertibkan jukir liar, Pemkot Malang perlu mengkaji lagi besaran tarif parkir.

"Di kota lain parkir masih seribu rupiah, kenapa Malang yang notabene kota yang banyak pelajar dan mahasiswa harus menetapkan taruif parkir demikian tinggi?" ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement