REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menilai isu suku, agama, ras, antargolongan (SARA) menjelang Pilkada DKI Jakarta tidak relevan dengan kondisi sosial politik masyarakat Indonesia. Sebab, konfigurasi masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku dan agama. “SARA itu produk masyarakat abad lampau,” kata Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta, Taufik Damas kepada wartawan, Selasa (13/9).
Taufik mengatakan momen pemilihan pemimpin harus menjadi kesempatan bagi rakyat memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Masyarakat perlu memilih pemimpin yang mau memperjuangkan hidup mereka agar lebih beradab dan berbudaya. “Pemimpin yang bertanggungjawab pada masyarakat, bukan pemimpin yang culas dan penuh kebohongan,” ujar Taufik
Alumnus Universitas Al Azhar Kairo Mesir ini berpandangan memilih pemimpin pemerintahan tidak sama dengan memilih pemimpin agama. Menurutnya, yang terpenting dalam memilih pemimpin pemerintahan adalah kemampuan menjamin kemaslahatan atau kesejahteraan warga. "Gubernur di negara Indonesia beda tanggung jawabnya seperti auliya atau wali yang dimaksud dalam negara-negara Islam," kata Taufik.
Taufik berharap ajang pemilu maupun pilkada tidak sekadar menjadi ajang perebutan kekuasaan. Pemilu dan pilkada harus menjadi momentum menegakkan pola hidup yang sesuai dengan akal sehat. “Karena kehidupan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akal sehat akan bermuara pada kesejahteraan jiwa dan raga kita semua,” ujarnya.