Selasa 13 Sep 2016 19:40 WIB

Risma: 16 TKA Ilegal di Surabaya Dideportasi

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Tenaga Kerja Asing (ilustrasi)
Foto: wordpress
Tenaga Kerja Asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan hingga saat ini sudah ada sekitar 16 tenaga kerja asing (TKA) ilegal di Kota Pahlawan yang telah dideportasi ke negara asalnya.

"Kita akan intensifkan pengawasan, imigrasi sudah siap," kata kepala daerah yang akrab disapa Risma ini usai menghadiri rapat paripurna di gedung DPRD Surabaya, Selasa (13/9).

Menurut dia, Pemkot Surabaya rutin melakukan pengawasan guna mengantisipasi masuknya tenaga kerja asing ilegal ke wilayahnya. Ia mengakui pasca-bergulirnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) awal tahun ini, jumlah warga negara asing yang bekerja di Surabaya terus mengalami peningkatan.

Risma menegaskan dalam operasi penertiban tenaga kerja asing ilegal, melibatkan beberapa instansi terkait, seperti Bakesbanglinmas, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta Imigrasi. "Mereka yang masuk harus punya Kitas (Kartu Izin Tinggal Terbatas/Tetap)," katanya.

Untuk mencegah makin besarnya jumlah TKA ilegal yang masuk ke Surabaya, pemerintah kota akan mengintensifkan pengawasan lapangan. Dua hari lalu, Satpol PP kota Surabaya, berhasil menangkap Benjamin Holst warga negara Jerman, yang mengemis di jalanan.

Warga Negara asing itu sebelumnya melakukan hal yang sama di Bali. Meski yang bersangkutan telah diserahkan ke pihak imigrasi, namun instansi tersebut tidak memiliki anggaran untuk memulangkannya. Menanggapi hal itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan melakukan koordinasi dengan kedutaan Jerman.

"Nanti kita akan komunikasikan dengan negara asalnya," katanya

Risma menceritakan, nasib yang sama dialami warganya yang telah berkeluarga dengan warga Bangladesh. Akibat izin tinggalnya sudah kadaluwarsa, yang bersangkutan dikenai denda oleh negera setempat. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah kota akan membantu membayar dendanya.

"Sedangkan KBRI di sana juga berupaya meminta keringanan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement