Kamis 08 Sep 2016 19:58 WIB

PSI: Mayoritas Publik Tolak GBHN Dihidupkan Lagi

Partai Solidaritas Indonesia.
Foto: dok
Partai Solidaritas Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah digunakan di era Orde Baru mendapat perhatian Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai yang dipimpin Grace Natalie itu menilai upaya tersebut mencederai kemajuan demokrasi Indonesia yang partisipatif.

"Saat ini sistem perencanaan pembangunan nasional sudah berjalan secara partisipatif, meskipun belum tergambar secara maksimal dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Menengah (RPJM)," ujar PSI dalam pernyataan sikapnya, Kamis (8/9).

PSI juga melakukan polling melalui platform media sosial Facebook untuk menjaring pendapat masyarakat terkait wacana mengidupkan kembali GBHN melalui amandemen UUD 1945 yang kelima. Dalam jajak pendapat yang digelar PSI antara 29 Agustus hingga 7 September 2016 itu, mayoritas publik menolak GBHN dimasukkan dalam Amandemen UUD 1945. "Sebanyak 68 persen menolak, dan sisanya menyetujui agenda GBHN dikembalikan lagi."

Partai yang dimotori anak-anak muda itu merekam sejumlah pendapat netizen. George Pietro menulis, “Menolak karena GBHN produk rezim lama yang seharusnya tidak digunakan lagi di era reformasi saat ini.” Akun bernama Nuzul Fahmi mengatakan bahwa “Pilar untuk pembangunan jangan diotak-otak lagi, yang perlu dibenahi adalah kebijakan baik mikro maupun makro”.

Netizen juga menyatakan ketidaksetujuan jika Presiden kembali menjadi mandataris dan bertanggung jawab kepada MPR. Dalam polling yang dilakukan PSI, sebanyak 73,3 persen netizen menolak Presiden bertanggung jawab kepada MPR, sedangkan sisanya setuju. Akun Sandi Arifiantoro berpendapat, “Kalau kembali lagi Presiden sebagai mandataris MPR, rakyat tidak berkuasa atas demokras di Indonesia”.

Meski begitu, mayoritas publik justru menyatakan setuju peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dikuatkan. Sebanyak 58,7 persen setuju, dan sisanya menolak penguatan peran DPD.  Akun Alpian Otni Magho membandingkan “Fungsi DPD sama seperti Senat di Amerika, terutama dalam hal pembentukan undang-undang, DPD bukan hanya mengusulkan tetapi ikut membahas dan mengesahkan”.

Eka Sanjaya menuliskan opininya untuk “menolak kemunduran dan ingin supaya Indonesia melangkah ke depan dan semakin maju dari segi berdemokrasi”. Dalam rilis sebelumnya (30/8), PSI menyerukan agar partisipasi politik warga negara terus ditingkatkan di semua lini kehidupan berbangsa. PSI menginginkan demokrasi Indonesia terus bergerak maju, seperti tagar yang berkumandang di linimasa Twitter: #IndonesiaMoveOn.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement