Kamis 08 Sep 2016 16:31 WIB

Kesadaran Pengendara Kurang, Polisi Berjaga Sampai Malam

Salah satu kemacetan lalu lintas di Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Salah satu kemacetan lalu lintas di Jakarta (ilustrasi).

Oleh Muhyiddin, Erik Purnama Putra

Jumat sore itu kemacetan melanda berbagai sudut jalanan Ibu Kota. Bukan hal yang mengagetkan memang. Namun, kemacetan pada saat jum pulang kerja kali ini cukup membuat polisi kerepotan mengatur lalu lintas. Hal itu lantaran kesadaran para pengendara dalam berlalu lintas masih kurang. 

Pantauan Republika, di sepanjang Jalan Gatot Subroto, Perempatan Kuningan, dan Perempatan Tugu Pancoran, kemacetan terjadi di arah jalan menuju Cawang. Bahkan dari arah utara menuju Tugu Pancoran, kendaraan umum seolah mengular mulai kawasan Manggarai. Kepadatan kendaraan semakin menjadi-jadi ke arah Pasar Minggu. Hal itu dapat dimaklumi lantaran terjadi penyempitan jalan, dari tiga lajur di Tebet menjadi dua lajur mulai Pancoran, Kalibata, hingga Pasar Minggu.

Suara klakson terdengar sahut-menyahut, lantaran banyak pengendara yang terburu-terburu memacu kendaraannya sebelum lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Meski begitu, di Perempatan Tugu Pancoran, ada sekitar enam petugas yang berjaga, yaitu dua orang dari Ditlantas Polda Metro Jaya, dua petugas Dishubtrans DKI, dan dua orang dari Direktorat PAM Obvit Polda Metro Jaya.

Keenam petugas tersebut berjaga di tiga titik berupaya mengarahkan pengendara yang tidak taat aturan lalu lintas. Salah satu petugas jaga Ipda Sumarjan tidak memungkiri, pekerjaan mengatur lalu lintas cukup menyulitkan ketika jam pulang kantor. Hal itu lantaran jumlah kendaraan pribadi sangat luar biasanya banyak dan sebagian besar tidak tertib lalu lintas.

Sumarjan yang mengenakan rompi hijau menyatakan, yang membuatnya jengkel terkadang masih ada pengendara yang mencoba menerobos saat lampu lalu lintas sudah berwarna merah. Biasanya tipe pengendara itu enggan menunggu terlalu lama dan memilih mengabaikan kesalamatannya, meski berisiko ditabrak pengendara dari arah samping yang dalam posisi melajut. 

"Para pelanggar itu biasanya karena mengejar lampu hijau itu, jadi kalau tidak dijaga mereka pasti terobos. Masih kurang kesadaran," ujarnya saat berbincang dengan Republika, akhir pekan kemarin. Dia berulang kali meniupkan peluitnya untuk memeringatkan kendaraan tentang posisi lampu lalu lintas dari hijau yang berubah merah.

Meski begitu, kata Sumarjan, jika kesadaran para pengendara sudah tinggi dan taat terhadap hukum, sebenarnya para petugas tidak perlu lagi melakukan penjagaan di setiap titik kamacetan. Karena kesadaran masih rendah, konsekuensinya petugas harus sering diterjunkan ke lapangan mengurai titik-titik macet.

Sumarjan merasa bisa menikmati pekerjaannya mengurai kemacetan Jakarta, meski kadang harus menghela nafas melihat ulah pengendara nakal. Hanya saja, ia menegaskan, mayoritas kendaraan tetap bisa diatur bergantian lewat sesuai dengan aba-aba polisi. "Kalau ada yang langgar, kita lakukan penindakan hukum tilang untuk sementara," ucap Sumarjan.

Kepadatan kendaraan di persimpangan Tugu Pancoran tersebut biasanya terjadi dari pukul 16.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Menurut dia, ada sekitar 19 personel yang berjaga dari Tugu Pancoran sampai ke daerah Kalibata. 

Tak jauh dari Sumarjan, Kompol Susilo dari Direktorat Pam Obvit tak jarang sampai harus ke tengah jalan untuk memberi aba-aba kepada pengendara yang belum mengurangi kecepatan. Susilo juga sering menegur para pengendara yang mencoba melewati garis zebra, meski sifatnya hanya berupa teguran.

Pihaknya baru menjatuhkan tilang kalau pengendara itu sudah tidak bisa diingatkan lagi. "Ya pada prinsipnya untuk toleransi kita tegur, tapi kalau sudah melanggar saat lampu merah, kita tilang, harus tertib," katanya.

Susilo mengakui, secara umum kedisiplinan para pengendara, khususnya sepeda motor masih kurang. Karena itu, para petugas harus melakukan penjagaan hingga pukul 22.00 WIB. Dia tidak memungkiri, ada waktu istirahat dan tidak mungkin terus berdiri di pinggir jalan. Dia berharap, pengendara lebih tertib dan mau menaati peraturan demi kebaikan bersama. "Kedisiplinan para pengendara memang masih rendah. Sudah lampu merah tapi memaksakan jalan," ujarnya.

Salah satu pengendara Amrullah mengatakan, kemacetan tidak bisa dihindari kalau jumlah kendaraan tidak sebanding dengan lebar jalan raya. Meski ada polisi berjaga, kata dia, hal itu tidak bakal mampu mengurangi kemacetan. Meski begitu, kata dia, dalam kondisi stuck kehadiran polisi sangat diharapkan untuk dapat mengurai kemacetan.

"Itu agar kendaraan tidak saling kunci, kadang saking macetnya kendaraan bisa saling menutup di perempatan karena pengendara tidak disiplin," kata Amrullah. Menurut dia, kesadaran rendah pengendara terhadap aturan lalu lintas turut menyumbang kemacetan. Karena itu, ia berharap petugas dapat menindak tegas para pelanggar tanpa mau berkompromi.

Taat berlalu lintas

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Syamsul Bahri menjelaskan, sepanjang 2010-2015 setidaknya ada 176 ribu anak-anak di bawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan raya. Artinya, setiap hari terdapat 85 anak di bawah usia 15 tahun menjadi korban kecelakaan.

Di sisi lain, anak-anak di bawah umur yang menjadi pelaku kecelakaan ternyata juga cukup memprihatinkan. Dalam rentang 2010-2015, sedikitnya tercatat 27 ribu anak-anak menjadi pemicu terjadinya kecelakaan di jalan. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari kurangnya ketaatan dalam mematuhi rambu lalu lintas di sepanjang jalan. "Semua pihak bersama-sama dapat membantu kepolisian menyuarakan tentang save our kids," katanya, belum lama ini.

Kasubdit Dikyasa Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Warsinem mengingatkan, masyarakat hendaknya malu untuk melanggar lalu lintas selama berkendara. Menurut dia, setiap orang harus mau menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas. Kondisi itu harus diciptakan, mengingat bertambahnya kendaraan membuat potensi terjadinya kecemacetan dan kecelakaan pasti meningkat.

“Kondisi jalanan yang semakin hari semakin padat menuntut kita selalu waspada waktu berkendara. Itulah sebabnya keamanan berlalu lintas menjadi hal utama," katanya, belum lama ini. 

Ketua Indonesian Urban Transport Institute Sawang Lazuardi mengatakan, bantuan polisi yang terjun di lapangan harus diakui turut membantu menguri kemacetan Jakarta. Apalagi di jalan sempit dan sebidang yang perlu pengaturan lalu lintas, kata dia, keberadaan polisi mutlak diperlukan agar tidak terjadi saling serobot kendaraan. “Pengendara kita banyak yang tidak tertib dan harus ditindak tegas untuk mendidik mereka. Ketegasan tidak berarti berkompromi di tempat,” ujar Sawang.

Selain bertujuan untuk mengurangi kemacetan, Sawang berpendapat keselamatan adalah hal paling penting dalam penyelenggaraan manajemen lalu lintas. Dia pun mengimbau agar pengendara, khususnya sepeda motor untuk hati-hati di jalan dan tidak mengabaikan rambu-rambu lalu lintas. Menurut dia, kemacetan kadang juga diperparah dengan kelakukan tidak disiplin kendaraan di jalanan. 

“Sering ketidaksabaran pengguna jalan melahirkan pelanggaran dan kemudian terjadi kecelakaan. Pilih tenang dan telat atau tidak pernah sampai,” kata Sawang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement