Rabu 07 Sep 2016 23:05 WIB

Menangkan Gugatan UU ITE, Ini Kata Novanto

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setya Novanto mengaku ikhlas dan lapang dada menerima kasus rekaman dan melepas posisi sebagai ketua DPR. Meski gugatannya dalam skandal 'Papa Minta Saham' terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dikabulkan MK.

Dalam gugatannya, MK menyatakan informasi elektronik sebagaimana diatur UU ITE dan UU Tipikor tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Menurut MK, tidak semua pihak dapat melakukan penyadapan. Akibatnya, Setnov dinyatakan tidak bersalah secara hukum.

"Saya yakin Allah SWT mempunyai rencana lain untuk saya, sehingga saya dan keluarga tetap menjalani kehidupan seperti biasanya," kata Setya, dalam keterangan persnya, Rabu (7/9).

Ke depan Setnov berkata, biarlah hal ini cukup terjadi pada dia. Menurutnya, tidak semua manusia itu sempurna, tetapi ia akan terus mencoba menjadi pribadi yang lebih baik lagi, senantiasa ikhlas dan bekerja keras, untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa, negara, dan rakyat Indonesia di sisa hidupnya.

Setya mengaku fokus menjalankan amanah yang diberikan kepadanya sebagai wakil rakyat di parlemen ketua umum Partai Golkar, bekerja untuk rakyat bersama pemerintah, untuk Indonesia yang lebih baik lagi. Apalagi, lanjut mantan calon ketua umum Partai Golkar tersebut, mesin Partai Golkar saat ini sedang berputar sangat kencang.  Sehingga, mampu mengakselerasi program-program Partai yang pro rakyat, sejalan dengan program kerja pemerintah dan Nawacita Presiden Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan Rakyat dan kemajuan Bangsa Indonesia.

"Sebagai salah satu anak Bangsa, saya fokus dan berusaha sekuat dan semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi Rakyat Indonesia, membesarkan partai bersama seluruh kader dan mendukung serta mensukseskan Pemerintahan Jokowi, karena saya yakin Jokowi yang terbaik sebagai pemimpin Bangsa Indonesia," tutur dia.

Kuasa hukum Novanto, Saifullah Hamid, mengapresiasi putusan MK yang mengabulkan permohonan uji Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Khususnya Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A UU Tipikor terkait frasa 'Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik' dan frasa 'Pemufakatan Jahat' pada Pasal 15 UU Tipikor. "Delik-delik yang bersyarat kualitas tertentu, maka secara aktif juga harus diperiksa. Artinya harus dipertimbangkan betul apakah orang yang diperiksa ini, yang dituduh melakukan pemukafatan jahat ini, punya kualitas gak untuk melakukan itu," kata Hamid.

Lalu bagaimana kelanjutan penanganan kasus rekaman Freeport di Kejaksaan Agung sejalan dengan adanya putusan MK? "Seharusnya, kalau kita lihat kasusnya tidak ada kualitasnya beliau. Nah dengan putusan ini seharusnya kejaksaan kan memeriksa apakah ada kualitasnya atau tidak. Ya mau enggak mau tidak terpenuhi unsur deliknya Pasal 15," ucap dia menjelaskan.

Diungkapkan Hamid, pihak-pihak yang direkam pembicaraannya mengenai perpanjangan PT Freeport Indonesia harus dilihat juga secara utuh. Yakni sejauh mana pihak dimaksud benar-benar bisa memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia. Putusan MK soal UU ITE juga sudah menyatakan dengan tegas bahwa rekaman pembicaraan tidak bisa dijadikan alat bukti. Bahkan, pelaku perekam pembicaraan bisa dikategorikan melakukan tindak pidana.

"Yang merekam itu adalah tindak pidana, yang merekam kemudian dijadikan alat bukti di kejaksaan itu adalah pelaku tindak pidana," jelas Hamid. Dalam putusan MK, lanjut dia, juga sangat jelas bahwa alat bukti itu sah apabila dilakukan oleh penegak hukum atas kepolisiaan, kejaksaan dan penegak hukum lainnya. Selain itu, cara-cara yang dilakukannya harus mengikuti prosedur hukum yang ada.

"Jadi dua point itu yang di Undang-Undang ITE tadi. Artinya ini menunjukan bahwa apa yang menjadi alat bukti perekaman yang selama ini dijadikan alat bukti di kejaksaan itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti dan yang kedua itu bisa dipidana," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement