REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan kepada desa dari Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan (Sulsel) menyampaikan harapannya agar alokasi dana desa (ADD) tidak sampai terkena imbas pemangkasan anggaran. Kekhawatiran tersebut cukup berlasan apalagi mengingat Kementerian Desa (Kemendes) sendiri terkena penghematan anggaran sebesar Rp 2 miliar.
Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Jeneponto Andi Pengerang mengatakan isu pemotongan anggaran ikut meresahkan para kepala desa. Selama ini, dengan adanya alokasi dana desa (ADD) geliat pembangunan di sejumlah desa khususnya Kabupaten Jeneponto sudah semakin baik. "Isu dana desa akan dipotong jangan sampai terjadi," kata Pangerang.
Selain isu pemotongan dana desa yang meresahkan, dia juga berharap pencairan dana desa dilakukan satu tahap saja. Alasannya, jika pencaraian dilakukan bertahap, bisa membuat program yang sedang berlangsung menjadi terbengkalai. Dia menyontohkan, jika sedang melakukan pembangunan jembatan kemudian dananya tersendat, otomatis pembangunan jembatan ikut tertunda. Padahal, pembangunan infrastruktur juga tergantung dengan faktor lain misalnya faktor cuaca.
Para kepala desa dari Jeneponto ini menyampaikan sejumlah keinginan dan harapan mereka dalam pertemuan dengan Anggota DPD RI asal Sulsel AM Iqbal Parewangi di gedung DPD, Senayan akhir pekan ini. Sejumlah masalah lain yang disampaikan antara lain adanya dua desa yang saat pengucuran dana desa 2015 tidak mendapatkan dana desa, dan setelah anggaran 2016, dana desa untuk dua desa itu cair tapi tanpa rapelan anggaran yang tahun sebelumnya.
Selain itu ada juga usulan dari kepala desa yang menginginkan agar kepala desa statusnya dijadikan PNS, anggaran gaji untuk perangkat desa seperti imam desa dan guru mengaji dinaikkan, KTP dalam pemilihan kepala desa tidak dipermasalahkan dan lainnya.
Direktur Lembaga Mitra Turatea (LMT) Rakhmat yang memfasilitasi pertemuan tersebut juga menambahkan terkait pencairan anggaran dana desa, sebetulnya para anggota Apdesi memiliki keresahan. Rakhmat mengatakan mereka resah karena belum adanya ketentuan yang dibuat oleh Pemda terkait Permendes salah satunya tentang dana desa.
"Apdesi resah karena ini bisa berdampak hukum. Satu sisi para kades senang karena kenaikan anggaran hingga 1.000 persen lebih tapi di balik itu mereka juga punya risiko berhadapan dengan masalah hukum," ujar Rakhmat.