REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tujuh petugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sempat disandera oleh masyarakat setempat saat melakukan penyelidikan atas kasus pembakaran hutan dan lahan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pun mengklaim tujuh orang anggotanya disandera oleh salah satu perusahaan sawit yang lahannya terbakar.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sudjito menilai masyarakat setempat justru tengah diperalat oleh diduga pelaku pembakar hutan dan lahan. Masyarakat yang juga melakukan penyanderaan tersebut, kata dia, pun menjadi korban permainan perusahaan atau diduga pelaku pembakar hutan dan lahan.
"Masyarakat itu kan diperalat oleh korporasi tertentu. Bisa jadi mereka korban permainan korporasi," kata Arie, Selasa (6/9).
Karena itu, ia menilai pemerintah sebaiknya lebih fokus dan tegas terhadap penyelidikan pelaku pembakar hutan dan lahan, terutama yang melibatkan korporasi dan kelompok besar. Kasus pembakaran hutan dan lahan perlu diselesaikan secara hukum tanpa mengorbankan masyarakat setempat.
"Yang paling penting negara membongkar korporasinya. Nanti masyarakat itu diyakinkan cara-cara mereka salah. Negara harus bertindak tegas demi transparasi dan penegakan hukum untuk mengatasi karhutla. Karena masyarakat sering kali dijadikan tameng dan diperalat. Padahal masalah itu perusahaannya itu," kata dia.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya mengindikasikan, para penyandera dikerahkan oleh PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL). Penyanderaan, menurut dia, diduga dilakukan pada saat anggotanya tengah menjalankan tugas menyegel kawasan lahan yang terbakar, yang dalam penguasaan PT APSL.
Tujuh orang anggotanya diduga disandera karena diminta untuk menghapus semua foto bukti hasil penelusuran mereka yang terdiri atas Polisi Hutan (Polhut) dan Penyidik PNS (PPNS) atas terbakarnya 2.000 ha lahan di Rokan Hulu, Riau. Setelah dilakukan negosiasi dengan aparat kepolisian setempat, tim KLHK pun dapat dibebaskan.