REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melanggar hukum karena memutuskan memotong anggaran kementerian dan lembaga lewat instruksi presiden (inpres). Sebab, pemotongan anggaran harus melalui persetujuan DPR melalui pembahasan APBN-P 2016.
''Enggak boleh pemotongan angggaran melalui Inpres. Itu salah, nanti Presiden digugat. Pemotongan anggaran itu mesti dengan APBN-P tahap 2," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).
Oleh karena itu, Fahri menyatakan Presiden Jokowi sudah salah mengeluarkan Inpres, karena dianggap membahayakan. Ia melanjutkan, Inpres akan rawan gugatan dan menyebabkan APBN-P tidak memiliki kepastian hukum.
"Itu yang saya heran, kenapa Presiden suka mengambil keputusan melanggar hukum, itu tidak boleh sama sekali, yang namanya uang negara itu melalui APBN, dan APBN itu melalui instrumen UU. Tidak ada presedennya uang diatur oleh inpres, nanti ada pertanggungjawabannya bagaimana," tegasnya.
Fahri mengatakan, keputusan melakukan pemotongan anggaran merupakan hak DPR. Karena, pemotongan anggaran harus diatur dalam undang-undang, di mana hanya DPR yang berhak mengesahkan suatu undang-undang.
"Pemotongan anggaran itu hak DPR, kuasa pembuat UU itu adalah DPR, UU APBN atau UU terkait dengan budget itu ketat, memang harus melalui UU," ujarnya.
Ia menyebut, baru kali ini terjadi ada Inpres yang diterbitkan untuk memotong anggaran di kementerian dan lembaga. Sehingga, dirinya sangat meyayangkan keputusan Presiden tersebut, yang mengatur anggaran hanya dengan inpres.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penghematan Anggaran Kementerian dan Lembaga. Dalam Inpres yang diterbitkan per tanggal 26 Agustus 2016 itu mencantumkan adanya 87 kementerian dan lembaga yang anggarannya dipotong.