REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta agar penegak hukum menyelidiki masalah keterlambatan pelaksanaan KTP elektronik atau KTP-el. Menurut dia, penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diperlukan untuk mencari tahu adanya hubungan dugaan penyimpangan korupsi terhadap masalah keterlambatan ini.
“Memang ada indikasi sejak awal KTP-el itu kan bermasalah, karena itu ada yang tersangkut. Jadi karena itu sambil berjalan tentu penegak hukum juga akan meneliti ini kejadian, kenapa ini terjadi kelambatan mungkin masalah teknis yang ada hubungannya tadi dengan penyidikan yang mungkin terjadi, penyidikan oleh KPK itu,” kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (2/9).
JK mengatakan, pemerintah telah mengucurkan anggaran pembuatan KTP-el hingga sekitar Rp 6 triliun. Namun, pelaksanaan KTP-el masih juga bermasalah.
“Sehingga tentu akan diteruskan supaya diketahui kenapa terjadi ini, apa ada hubungannya dengan korupsi sehingga terjadi kekurangan-kekurangan, utanglah belum dibayar, masih ada lain-lain padahal anggaran pemerintah sudah hampir Rp 5-6 triliun untuk itu, keluar,” katanya.
Untuk mengejar target rampungnya pencetakan KTP-el ini, JK mengatakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah memerintahkan untuk mempercepat proses pembuatan KTP-el di berbagai daerah yang hingga kini masih belum selesai.
“Soal KTP-el ini kan sudah beberapa tahun ini dan batas akhirnya November ini yah. Oleh karena itu, di beberapa tempat yang masih harus bekerja sampai malam untuk memproses KTP-el ini,” katanya.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo membantah blanko KTP-el telah habis. Menurut dia, sebanyak 4,5 juta blanko KTP-el pun akan segera dikirim ke sejumlah daerah secara bertahap. Selain mengirimkan blanko KTP-el, Mendagri juga menugaskan para petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten agar menerapkan sistem jemput bola untuk meningkatkan akses masyarakat pada kepemilikan KTP-el di pedesaan dan daerah terpencil.
Mendagri menyebut masih terdapat 22 juta penduduk Indonesia yang belum merekam data kependudukan. Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah menyampaikan, perekaman data kependudukan untuk kartu tanda penduduk elektronik dibatasi hanya hingga 30 September 2016.