REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Volume sampah terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pola konsumsi masyarakat. Namun tumpukan sampah tak selamanya dipandang sebagai barang yang menjijikkan. Dari tumpukan sampah tercipta berbagai kreativitas yang menghasilkan nilai ekonomi.
Berangkat dari kepedulian lingkungan, Taufik Saleh Saguanto menyulap sampah botol-botol bekas menjadi berbagai bentuk kendaraan dan robot. Ia membuat bentuk robot, mobil, motor, hingga helikopter dan kereta api berbahan dasar botol bekas.
Sejak pertengahan 2015 ia telah membuat ratusan model kendaraan dan robot dari limbah plastik. "Saya memilih limbah botol plastik karena butuh waktu ratusan tahun terurai di tanah," tuturnya kepada Republika belum lama ini.
'Hot Bottles Diecast from Plastic Recycle' demikian Taufik menyebut hasil kreasinya. Jika dulu ia hanya memanfaatkan botol bekas dan mainan bekas anak-anaknya, kini ia harus membeli botol bekas dari pasar loak karena kebanjiran pesanan.
Dari rumahnya di Dieng Alam Residence, Sukun, Kota Malang, Taufik membuat robot berukuran 0,5 meter hingga ukuran jumbo setinggi dua meter. Harga yang dibanderol bervariasi mulai Rp 200 ribu hingga Rp 2 juta. Sedangkan untuk bentuk kendaraan ia menjual seharga Rp 25 ribu hingga Rp 500 ribu. Saat ini Taufik sedang menyiapkan hak paten untuk produk-produk buatannya.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan mencatat dengan jumlah 881 ribu jiwa penduduk asli dan 300 ribu jiwa pendatang tiap hari Kota Malang menghasilkan 649,62 ton sampah. Dari jumlah tersebut baru 98,23 ton yang diolah menjadi barang-barang kerajinan.
Inspirasi mengolah sampah juga datang dari sekelompok mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan Universitas Brawijaya (UB). Gadis Maulina, Hardiansyah, Shidyyatul Azizah,
Dimas Yusuf Irawan, dan Lazuardi Kusumandaru mengaplikasikan metode mikrobial fuel cell pada air lindi (air sampah).
Lazuardi menjelaskan air sisa sampah mengandung bahan organik yang terdiri tas protein dan nutrisi. "Apalagi air yang sudah tertimbun sampah mengandung proton dan elektron yang selama ini belum termanfaatkan," katanya.
Kelima mahasiswa ini pun menerapkan konsep mikrobial fuel cell dari air lindi di TPA Supiturang untuk menghasilkan listrik. Dari prototype yang mereka ciptakan, satu liter air lindi bisa menghasilkan listrik bertegangan 500 milivolt dengan kuat arus 0,11 miliampere.
"Setiap hari TPA Supiturang berpotensi menghasilkan 42 ribu liter air lindi," katanya. Dari potensi tersebut, diperkirakan listrik yang dihasilkan dapat mengaliri 45 KK sebesar 450 watt tiap KK.
Berkat inovasi ini, mereka menyabet Juara I dalam lomba Inotek Bidang Energi 2016 se-Kota Malang. Mereka juga tengah menjalani seleksi sebagai kandidat penerima penghargaan energi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Ke depan, tim akan menerima kucuran dana dari Bappeda Kota Malang untuk membuat rancang bangun mikrobial fuel cell dalam skala pilot plan.