Rabu 31 Aug 2016 18:50 WIB

DPD Aceh: Penolakan Pergub Cuti Hamil Hanya Ketakutan Pemerintah

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Ibu hamil (ilustrasi)
Foto: Antara
Ibu hamil (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD Perwakilan Aceh, Fahrul Razi menyayangkan komentar Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ihwal Perda Aceh Nomor 49 Tahun 2016 tentang cuti hamil dan melahirkan di daerah tersebut. Ia menilai, komentar tersebut menunjukkan ketakutan yang tak beralasan dari pemerintah.

"Saya lihat pemerintah sangat paranoid, biarkan saja Pemerintah Aceh mengembangkan ini. Saya yakin ini akan menjadi contoh model bagi provinsi lainnya," kata Fahrul kepada Republika.co.id, Rabu (31/8).

Menurutnya, pemerintah pusat harus menghargai keputusan yang dimiliki Aceh melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 di mana, Aceh merupakan bentuk pemerintahan daerah dengan sistem desentralisasi asimentri. Sehingga, ia berujar, pemerintah tidak bisa menyamakan Aceh dengan provinsi lainnya yang menggunakan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda yang bersifat umum.

Fahrul meyakini, pemerintahan yang bersifat spesialis, boleh melakukan terobosan-terobosan sejauh tak bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Nomor 11 Tahun 2006. "Jadi, kalau itu bertentangan dengan perda atau PP, bagi saya itu bukan menjadi satu hal yang substantif. Karena Aceh menerapkan UU 11/2006, yang turunannya lahir Pergub tentang cuti hamil, //nah ini terobosan Aceh," tuturnya.

Ia menjelaskan, Pemda Aceh memiliki banyak pertimbangan lahirnya Pergub cuti hamil dan menyusui. Salah satunya, yakni banyaknya persoalan yang dihadapi orang hamil, bekerjaan yang berat, jauhnya jarak dari rumah ke kantor sehingga mempengaruhi tingkat kematian ibu dan anak.

Saat diberikan cuti hamil dan menyusui, Pemda Aceh berharap dapat mengurangi angka kematian ibu dan anak. Sehingga, para wanita pekerja bisa fokus pada kesehatan anak dan diri sendiri.

"Harus dilihat dari sisi HAM juga. Ada hak perempuan yang harus dihargai dengan cuti hamil ini, di mana setiap perempuan diberikan hak cukup besar agar bisa memperhatikan anaknya dengan jadwal cuti," tutur Fahrul.

Ia meyakini, cuti hamil dan melahirkan tidak akan berpengaruh pada kinerja pemerintahan atau pegawai itu sendiri. Menurutnya, apabila Pergub tersebut berjalan dengan baik, akan banyak daerah yang menyontohnya.

"Ini terobosan yang harus diapresiasi. Menurut saya kreatifitas dan improvisasi daerah jangan dibatasi, jangan dianggap paranoid, ketakutan pusat yang berlebihan. Ini gagasan program positif," jelasnya.

(Baca Juga: Ini Kata JK Soal Cuti Melahirkan 6 Bulan di Aceh)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement