REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desa Ponggok Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu bukti program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat membantu meningkatkan taraf ekonomi desa. Dari pembukuan tahun 2016, omzet BUMDes di Desa Ponggok menembus angka Rp 6,5 miliar dengan laba sebesar Rp 2,5 miliar.
"BUMDes desa Ponggok jadi salah satu contoh yang bisa diterapkan di desa-desa lain. Kami memiliki banyak model BUMDes yang bisa ditularkan, desa yang baru mendirikan BUMDes diminta belajar dari desa-desa yang sudah berhasil," ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Sandjojo saat meninjau BUMDes Ponggok, Selasa, (30/8).
BUMDes Ponggok berhasil mendirikan beberapa unit usaha seperti minimarket, rumah makan, dan wisata air berupa kolam renang. Pengunjung wisata air rata-rata 600 wisatawan per hari. Bahkan di akhir pekan jumlah pengunjung bisa meningkat drastis hingga mencapai 1.500 wisatawan.
Menurut Eko, keberhasilan BUMDes tergantung bagaimana keseriusan masyarakat dan pengelolaan manajemennya. Selain itu, kejelian masyarakat dalam memanfaatkan keunikan dan potensi desa juga sangat penting. Desa-desa di Indonesia semuanya unik, karakternya juga beda-beda. Desa dengan infrastruktur dasar yang telah terpenuhi, dapat menggunakan dana desa untuk mendirikan dan mengembangkan BUMDes.
Dengan demikian, terang Eko, dana desa dapat memberikan dampak pada aktivitas ekonomi, terutama ekonomi perdesaan. BUMdes bisa jadi perusahaan induk di desa. "Sangat perlu mengembangkan BUMDes, agar desa-desa kita bisa maju dan mandiri secara ekonomi. Desa sebenarnya memiliki potensi besar untuk dapat menopang ekonomi perkotaan, misalnya dengan mendirikan pabrik dan memproduksi berbagai produk unggulan," ujarnya.
Desa di Indonesia sangat banyak, ada 74.754 desa. Mayoritas aktivitas ekonominya bercocok tanam, berternak, dan nelayan. Sebagian besar masyarakat Indonesia, lanjut Eko, hidup di desa. "Jadi kalau kita bisa menggerakkan masyarakat desa, ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi kita," kata dia.