Senin 29 Aug 2016 00:52 WIB

PGRI: Pengelolaan Tunjangan Guru Carut Marut

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang guru saat mengajar di sekolah (ilustrasi).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Seorang guru saat mengajar di sekolah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyayangkan rencana pemerintah memotong anggaran tunjangan profesi guru (TPG) sebesar Rp 23,3 triliun.

Pelaksana Tugas Ketua Umum (Plt Ketum) Pengurus Besar PGRI, Unifah Rasyidi beranggapan, rencana tersebut tidak terlepas dari kehebohan yang selalu terjadi setiap penyaluran TPG yang berujung pada ditemukannya dana sisa anggaran hingga mencapai Rp 23,3 triliun.

"Kejadian ini sungguh memprihatinkan karena menunjukan carut marut tata kelola guru," kata dia dalam keterangan tertulis yang dieterima Republika.co.id, Ahad (28/8).

Menurutnya, seharusnya carut marut tata kelola TPG tidak terjadi, sebab pemerintah telah membentuk unit utama Guru dan Tenaga Kependidikan. Yang bertujuan, agar tata kelola guru menjadi lebih baik, efisien, efektif, serta guru lebih fokus bekerja dan memberikan layanan terbaik pada peserta didik.

Unifah menyambut baik niat Mendikbud Muhadjir Effendy untuk menyederhanakan tata kelola guru. Termasuk penataan terhadap 24 jam mengajar tatap muka, tata kelola penyaluran TPG yang sangat berbelit-belit dan merugikan guru.

Selama ini, ia menuturkan, apabila dalam dua hari guru tidak masuk bekerja dengan alasan apapun, maka tidak dibayar TPG-nya. Unifah menganggap, aturan tersebut menyakitkan dan mengingkari hak-hak guru yang paling mendasar.

PGRI, ia berujar, menyambut baik temuan Menkeu Sri Mulyani terhadap sisa anggaran TPG itu. Namun, ia mengingatkan, apabila TPG ternyata merupakan dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan (SILPA) yang akan dialihkan ke daerah lain, maka harus diteliti dengan baik jumlah dana pengalihan iu.

Jangan sampai, ia berujar, dana dialihkan, namun masih banyak TPG guru di daerah asal yang belum dibayarkan.

Baca juga, Mendikbud Pastikan Tunjangan Guru tak Dihapus.

Unifah menjabarkan, banyak guru yang hingga dua tahun tidak dibayarkan TPG-nya dengan berbagai sebab. Salah satunya, karena perubahan aturan, karena alasan teknis seperti pemberlakuan verifikasi tiap semester, perubahan kode mata pelajaran, aturan baru rasio guru dan murid. Kemudian, beragam aturan yang menyulitkan guru untuk memenuhinya, meskipun dia telah mengajar 24 jam pelajaran.

"Guru yang karena struktur kurikulumnya kurang dari 24 jam mengajar tatap muka termasuk jadi korban, dan contoh-contoh lainya," ujar dia.

Unifah menyebut, yang paling ironi yakni, guru tidak dibayar, karena dianggap tidak melakukan verifikasi data. Sementara di sisi lain, ia menyebut, data guru yang ada, ternyata tidak pernah diperbaharui. Seperti, tidak terhitungnya data guru yang pensiun atau meninggal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement