REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, pihaknya sudah mengirim tim ke Filipina untuk menyelidiki kasus pemalsuan dokumen untuk ibadah haji 2016. Pemalsuan itu menyebabkan 177 WNI diperiksa pemerintah Filipina.
"Ada sejumlah tim yang sudah bergerak ke Filipina dan ada di Indonesia. Apa pun hasilnya nanti kami sampaikan kepada publik," ujar Tito di Jakarta, Jumat (26/8).
Kapori mengatakan, pihaknya akan terus menyelidiki kemungkinan keterlibatan WNI dalam kasus tersebut. Selain itu, juga akan ditelusuri lebih lanjut apakah ada WNA yang turut andil dari Indonesia. "Kami mendapat informasi ada keterlibatan warga asing dalam kasus ini," kata Tito.
Namun, jika ternyata ada dugaan keterlibatan WNA yang berada di luar Indonesia, Kapolri menyatakan akan bekerja sama dengan negara terkait. Tito sendiri enggan memerinci operasi yang dilakukan kepolisian di Filipina. Dia hanya menyatakan bahwa kepolisian ke sana untuk melihat apakah ada unsur pidana dalam kasus tersebut, misalnya penipuan, sengaja melakukan pemalsuan paspor, dan lain-lain. "Kami terus mendalami perkara ini," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menyatakan beberapa penyedia layanan haji yang memberangkatkan 177 calon haji Indonesia melalui Filipina tidak memiliki izin penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama. Polisi belum mengetahui apakah tujuh agen perjalanan yang terlibat merupakan bagian dari sindikat kejahatan terorganisasi.
Sementara itu, pada hari Jumat (26/8), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebutkan sebagian dari 177 WNI itu sudah diperiksa oleh otoritas Filipina dalam pengusutan dugaan pemalsuan dokumen untuk ibadah haji. "Sekitar 139 orang sudah diserahkan ke KBRI Manila karena mereka dianggap sebagai korban, sementara sisanya masih dinegosiasikan karena mereka dianggap bisa menjadi saksi untuk pengusutan di Filipina," kata Wiranto.