Kamis 25 Aug 2016 21:34 WIB

Pemuda Muhammadiyah: RUU Pertembakauan Penuh Aroma Korupsi

Rep: Sri Handayani/ Red: Achmad Syalaby
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar (kanan) memberikan paparan saat diskusi Madrasah Anti Korupsi PP Muhammadiyah di Jakarta, Kamis (25/8).
Foto: Republika/ Wihdan
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar (kanan) memberikan paparan saat diskusi Madrasah Anti Korupsi PP Muhammadiyah di Jakarta, Kamis (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pengajuan RUU Pertembakauan dan Industri rokok penuh aroma korupsi.  Ada potensi rente dan korupsi bea cukai, sampai pada penyusunan klausul-klausul kalimat pasal per pasal yang diasisteni oleh industri rokok.  

"Ada korupsi politik. RUU ini penuh aroma dugaan korupsi kata-kata," ujar Dahnil di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (23/8).  Menurut Dahnil ada kesaksian dari staf ahli yang menyatakan para asisten dari industri rokok ini bebas masuk ke ruang tim untuk melakukan intervensi rapat. Ini seringkali luput dari pengawasan. 

Pekan depan, Pemuda Muhammadiyah bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) akan melaporkan temuan-temuan tersebut secara formal ke KPK.  Lebih jauh, Dahnil menyatakan dukungan atas segala upaya pengendalian rokok, termasuk rencana kenaikan harga rokok yang diwacanakan oleh Presiden Jokowi. 

"Kalau betul Jokowi mau menaikkan harga rokok, itu momentum perbaikan ekonomi dan produktivitas jangka panjang. Dikatakan kita akan mengalami bonus demografi. Tp itu akan jadi masalah kalau hanya bertujuan mendorong ekonomi jangka pendek," ujar dia. 

Menurut Dahnil, ada dua kelompok besar yang menjadi korban dalam industri rokok, yaitu perokok miskin dan perokok muda atau perokok anak. apabila konsumsi rokok di dua kalangan ini tidak dikendalikan, akan terjadi kerugian yang sangat besar dalam hal produktivitas kalangan muda. 

Selain kenaikan harga, ia juga mengusulkan adanya pelarangan iklan rokok. Ini harus dipertegas dalam RUU. "Di dunia ini hanya ada tujuh negara yang belum meratifikasi FTCT. Salah satunya Indonesia. Kita adalah pasar terbesar kedua setelah Rusia bagi industri rokok. Ini bukan menguntungkan petani tembakau dan pengusaha kecil, tapi justru pihak asing," ujar dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement