Kamis 25 Aug 2016 20:46 WIB

Soal Asap, Reputasi Bangsa Dipertaruhkan

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Muhammad Hafil
Kepulan asap membumbung di areal hutan dan lahan yang terbakar di Desa Medang Kampai, Dumai, Riau, Senin (9/8).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Kepulan asap membumbung di areal hutan dan lahan yang terbakar di Desa Medang Kampai, Dumai, Riau, Senin (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tahun lalu, Indonesia menjadi sorotan dunia internasional lantaran persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Terkait itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengajak seluruh kementerian, lembaga, dunia usaha, dan pemerintah daerah (pemda) untuk intens mencegah terulangnya bencana tersebut. Minimal dengan menjaga agar lingkungannya tidak terbakar.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri rapat koordinasi (rakor) penanggulangan siaga darurat karhutla dan pengendalian tanggap darurat kejadian luar biasa (KLB) rabies di kantor Gubernur Kalimantan Barat, Kamis (25/8).

Reputasi bangsa Indonesia, lanjut Willem, dipertaruhkan jika persoalan asap karhutla meluas menjadi masalah internasional. Sebab, Indonesia dinilai memberikan kontribusi karbondioksida terbesar akibat karhutla.

“Pencegahannya adalah mengidentifikasi daerah yang rawan kebakaran, meningkatkan sistem peringatan dini, agar api yang masih kecil mudah dipadamkan, serta sosialisasi kepada masyarakat dan penegakan hukum,” kata Willem Rampangilei seperti dikutip dari pernyataan tertulis yang diterima Republika, Kamis (25/8).

Rakor ini dibuka Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis. Turut hadir, yakni perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta walikota dan bupati se-Kalimantan Barat.

Dalam kesempatan itu, Cornelis menegaskan kesiapan daerahnya terkait pemadaman titik-titik api. Selain itu, dalam konteks rakor tersebut, pihaknya meminta dukungan pemerintah pusat mengenai penanganan KLB rabies.

“Bupati dan walikota saya harap untuk serius, menangani dua kejadian bencana ini, yakni asap (karhutla) dan vaksin untuk rabies. Saat ini, sudah hadir helikopter water bombing dan hujan buatan. Asap juga berkurang daripada tahun 2015,” kata Cornelis dalam pernyataan tertulis yang sama.

BNPB mencatat, ada enam provinsi yang telah menyatakan status Siaga Darurat Karhutla. Di antaranya, Riau (7 Maret-30 November 2016),  Sumatera Selatan (1 Maret-30 November 2016), Jambi (1 Juni-1 September 2016), Kalimantan Barat (1 Juni-1 September 2016), Kalimantan Tengah (11 Juni-14 Oktober 2016),  dan Kalimantan Selatan (15 Agustus-15 November 2016).

Dukungan operasi udara melalui operasi water bombing, Air Tractor Fix Wing, dan TMC pesawat Cassa 212.

Operasi pengguyuran water bombing sejauh ini menggunakan pesawat jenis MI-8, MI-71, Kamov, Sikorsy, Bell, dan Bolco.

Menurut data BNPB, total semua dukungan udara ialah sebanyak 17 pesawat atau helikopter. Selain itu, BNPB juga akan mendukung peralatan yang dibutuhkan dalam pemadaman api melalui operasi darat.

Belakangan, ada perubahan pola untuk hujan buatan yang dilakukan Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

Pada 2015 lalu, koordinasi di bawah pemerintah provinsi lantaran keterbatasan sumber daya manusia. Untuk tahun ini, TMC dikendalikan oleh pemerintah pusat dan akan dialokasikan pada daerah yang membutuhkan hujan buatan.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pembuatan kanal blocking akan terus dilakukan bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG).

“Posko dan Incident Commander agar selalu aktif dan beroperasi. Briefing setiap pagi, dan sore harinya melakukan evaluasi sehingga kita selalu waspada terhadap karhutla,” tegas Willem.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement