REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Kartono Muhammad mengatakan para guru harus dapat mendidik siswanya untuk tidak merokok. Materi tentang bahaya rokok sebaiknya diberikan sesuai dengan perkembangan pola pikir siswa.
"Guru harus bisa mendidik siswa soal bahaya rokok, artinya jangan sampai merokok apalagi kecanduan rokok," tegas Kartono ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (25/8).
Materi soal rokok, tutur dia, sebaiknya disampaikan dalam hal-hal kecil. Penyampaian pun disarankan disertai dengan contoh nyata di sekolah. Kartono mencontohkan, guru sebaiknya tidak merokok di sekolah. Contoh lain yang mendukung materi adalah aturan tidak diperbolehkannya menjual rokok di kantin sekolah.
Pihaknya pun menyarankan materi bahaya rokok disampaikan sedini mungkin di sekolah. Idealnya, tutur Kartono, materi disampaikan sejak TK hingga sekolah menengah. "Tapi harus diingat, model penyampaian materi disesuaikan dengan perkembangan pola pikir dan daya tangkap anak. Tidak mungkin siswa TK diberi materi soal zat-zat adiktif yang menyebabkan bahaya rokok. Artinya, para guru harus pandai menyampaikan dengan cara yang mudah diterima," jelas dia.
Adapun pertimbangan penting yang mendasari harus dimasukkannya materi bahaya rokok adalah sifat alamiah anak yang mudah meniru. Di sisi lain, lanjut Kartono, intervensi industri rokok terhadap perokok pemula sangat tinggi dan terus - menerus.
Karena itu, Kartono menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), berkomitmen dalam penerapan materi bahaya rokok di sekolah. "Perlu ditegaskan oleh Mendikbud bahwa guru dan sekolah mesti bisa melakukan pencegahan bertambahnya potensi perokok pemula. Cara efektif melawan intervensi industri rokok kepada generasi muda ya dari institusi pendidikan," tambah dia.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, mengatakan materi bahaya rokok tidak mungkin dituangkan secara eksplisit dalam bentuk mata pelajaran (mapel). Materi tersebut kemungkinan dapat dimasukkan dalam pendidikan karakter.
"Kalau secara eksplisit dalam bentuk mapel, tidak mungkin. Sebab, seolah-olah nanti semua permasalahan harus masuk kurikulum. Misalnya, mau ada soal antikorupsi, teror lalu kini bahaya rokok," ujar Muhadjir kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/8).Meski demikian, pihaknya mengaku belum memiliki konsep khusus terkait integrasi antara pendidikan karakter dengan materi bahaya rokok.