Kamis 25 Aug 2016 19:43 WIB

Kesal dengan Kebijakan Pemerintah, Petani Bakar Ladang Tembakau

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Bayu Hermawan
Petani tembakau (ilustrasi)
Foto: Antara/Anis Efizudin
Petani tembakau (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Buntut wacana kenaikan harga rokok, puluhan petani tembakau di Desa Sumberejo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah menggelar aksi bakar tanaman tembakau di ladang mereka, Kamis (25/8).

Mereka juga mendesak Presiden Joko Widodo segera meratifikasi kebijakan pertembakauan agar  berpihak kepada petani. Belum adanya payung hukum yang jelas memicu industri rokok, selama ini bisa leluasa menetapkan harga tembakau di tingkat petani.

Terlebih lagi, dengan adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau beberapa tahun ini, berdampak pada merosotnya daya beli industri rokok. "Kembali, tak ada keberpihakan kepada kami," tegas Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Demak, Supriyadi.

Ia menjelaskan selama ini kebijakan pertembakauan kurang menguntungkan para petani. Di lain pihak petani menjadi penopang kebutuhan industri penyumbang pemasukan negara yang tinggi melalui cukai. Di sisi lain, para petani tembakau meminta agar pemerintah mengontrol keran impor tembakau.

"Sebab tidak adanya pengendalian impor tembakau justru secara tak langsung mematikan keberlangsungan petani lokal," ujarnya.

Supriyadi juga menegaskan, adanya wacana Pemerintah tentang harga rokok membuat para petani tembakau di ‘Kota Wali’ ini kian resah. Saat Ketika pabrikan dikenai cukai tinggi, daya beli pabrikan pasti rendah.

Hal ini juga berarti keterpurukan bagi para petani tembakau. Dua tahun lalu sebelum ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau, para petani bisa menjual tembakau dengan harga Rp 30 ribu - 40 ribu per kilogram.

Namun, harga jual tembakau turun menjadi Rp 12 ribu - 20 ribu per kilogram saat pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau. Karena itu petani juga mendesak juga pemerintah mengatur impor tembakau.

"Kalau tembakau produk luar negeri saja diperhatikan, mengapa justru kami yang terkatung- katung oleh kebijakan pertembakauan ini," katanya.

Salah satu petani tembakau Desa Sumberejo, Ali Subhan (47) menambahkan, desanya sejak dahulu dikenal sebagai daerah penghasil tembakau. Dari 2.500 jiwa warga desa ini, sebanyak 1.500 jiwa diantaranya mengandalkan hidup dari menanam tembakau.

Kualitas tembakau yang dihasilkan dari kawasan lahan tadah hujan ini juga dikenal bagus. Sejumlah industri rokok besar di tanah air juga membeli tembakau dari Desa Sumberejo yang luas cakupan tanamnya mencapai 400 hektare.

Tiap kali panen raya bisa menghasilkan 1,8 ton tembakau per hektare. Namun kapasitas produksi  ini tidak akan berarti apapun kalau harga tembakau di tingkat peyani selalu jatuh.

"Tolong Pak Jokowi, perhatikan nasib petani tembakau seperti kami. Pemerintah jangan hanya berpangku tangan, tembakau adalah sumber kehidupan kami," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement