REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pendidikan diharapkan mampu membentuk pribadi yang cerdas dan bertanggung jawab, termasuk saat berlalu lintas jalan. Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Syamsul Bahri menjelaskan, sepanjang 2010-2015 setidaknya 176 ribu anak-anak di bawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan raya. Artinya, setiap hari terdapat 85 anak di bawah usia 15 tahun menjadi korban kecelakaan.
Di sisi lain, anak-anak di bawah umur yang menjadi pelaku kecelakaan ternyata juga cukup memprihatinkan. Dalam rentang 2010-2015, sedikitnya tercatat 27 ribu anak-anak menjadi pemicu terjadinya kecelakaan di jalan.
"Melalui seminar pendidikan ini diharapkan terjadi sinergi. Semua pihak bersama-sama dengan pakar pendidikan dan dukungan media, dapat membantu kepolisian menyuarakan tentang save our kids," katanya dalam seminar 'Keselamatan Berlalu Lintas di Kurikulum Pemerintah', di Jakarta, Rabu (24/8).
Psikolog Nona Pooroe menyatakan, mencetak pribadi anak bertanggung jawab dapat maksimal ketika dimulai sejak usia dini. Menurut dia, perilaku menjadi kata kunci dalam memangkas tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan. Maklum, sekitar 30 persen pemicu kecelakaan adalah perilaku tidak tertib di jalan. Faktor tersebut merupakan kedua terbesar setelah berkendara dalam kondisi lengah.
Tidak heran, kata dia, Indonesia kehilangan 70-an jiwa setiap hari akibat kecelakaan lalu lintas. “Pendidikan keamanan di jalan raya memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku anak dan orang muda atau remaja serta mendorong mereka untuk menjadi pengguna jalan yang bertanggung jawab,” katanya.
Pakar pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Arief Rachman menyatakan, pendidikan karakter adalah upaya sadar dan yang disengaja serta terprogram untuk menolong manusia agar mengerti, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai dasar etika.
Tujuannya, agar mereka mengetahui apa yang benar baik dan patut serta sangat peduli terhadap apa yang benar dan patut serta percaya dan yakin meskipun dalam keadaan yang tertekan dan dilematis. “Untuk membangun karakter lewat tahapan disiplin, kemartabatan, dan struktur,” ujar Arief.